Teks oleh Ibrahim Soetomo
Creative hub Indeks telah menerbitkan ‘Assembly Points’, sebuah toolkit berbasis situs web yang terinspirasi dan teradaptasi dari Creative Hub Leader’s Toolkit terbitan British Council. Sebagai bagian dari program Creative Hub Leader’s Toolkit Hack, toolkit ini berisikan topik mulai dari navigasi organisasi, pemetaan risiko, keamanan digital, hingga kesehatan mental.
Indeks (2020) merupakan kolektif yang berfokus pada pengarsipan dan perpustakaan, riset dan pengembangan, residensi seni, serta program film dan gambar bergerak. Dalam kesempatan meretas ini, Indeks bertujuan untuk membuat sebuah toolkit yang bisa diaplikasikan dan tangkas dalam mengakomodasi iklim kreatif multidisiplin berdasarkan pengalaman mereka bekerja di Bandung. Dalam persiapannya, Indeks mengundang Kolektif Agora dan Gulung Tukar sebagai rekan penggagas ke dalam sebuah pertemuan awal.
Kolektif Agora adalah sebuah jejaring yang berfokus pada isu urban dan pertumbuhan ekonomi melalui reproduksi pengetahuan dan penerbitan. Sedangkan Gulungtukar adalah ruang multidisiplin di Tulungagung, Jawa Timur, yang bertujuan membuat wadah inklusif bagi para pelaku kreatif lokal. “Tulungagung merupakan daerah yang jauh dari kota. Karakteristik dan pola kerjanya berbeda dari pusat yang mana sirkulasi swastanya lebih banyak, sedangkan di daerah, mereka bergantung pada otoritas macam dewan kesenian. Izin dari pemerintah setempat juga menjadi penting,” tanggap Rizki Lazuardi, salah satu pengelola Indeks.
Percakapan dengan kedua kolektif dalam pertemuan pertama ini memberi landasan dasar bagi Indeks. Kedua kolektif, dengan pendekatan dan latar belakang yang berbeda dari Indeks, telah memperkaya pandangan mengenai cara sebuah hub bekerja. Mereka mendiskusikan pertanyaan seperti “Apakah itu creative hub? Apakah ia berbentuk coworking space atau ekosistem?” Mereka juga memetakan faktor seperti pemangku kepentingan, pengelola ruang, isu legal, bahkan dampak kerja daring ketika pandemi Covid-19; subjek-subjek ini kelak masuk ke dalam toolkit.
Setelah pertemuan pertama, Indeks mengadakan pertemuan terfasilitasi untuk membantu mereka dalam membentuk topik-topik dalam toolkit. Fasilitator pertama adalah Amanda Mita. Ia merupakan bagian dari Riset Indie, sebuah kolektif riset media, teknologi dan isu sosio-ekonomi. Salah satu isu yang dibahas adalah pengembangan kapasitas sebuah komunitas, yang bagi Indeks penting untuk diketahui. Indeks juga mempelajari Tuckman’s Five Stages of Group Development dan Outcome Harvesting. Kita bisa melihat bagaimana Indeks mengadaptasi metode Tuckman di tajuk pertama toolkit yang membicarakan caranya memulai hub, sedangkan penggunaan Outcome Harvesting di tajuk ‘Defining Milestones’.
Indeks juga mempertimbangkan pentingnya menjaga ‘psychological well-being’, terutama ketika berada dalam masa pandemi. Mereka mengundang psikolog Shafira Fawzia sebagai fasilitator kedua. Dalam pertemuan ini, mereka bercakap mengenai pentingnya untuk peduli dan memahami diri dan sesama saat menjalani masa Kerja dari Rumah serta ‘Zoom fatigue’. Kita dapat membaca pembahasan mengenai kesejahteraan mental di tajuk terakhir ‘Assembly Points’.
Bersama periset Afra Suci sebagai fasilitator ketiga, Indeks memperoleh wawasan mengenai keamanan dan etika digital. Hal ini juga disebabkan oleh pandemi ketika kita harus bermigrasi ke arah kerja-kerja daring secara mendadak. Tidak hanya untuk memitigasi risiko, kita juga bisa memetakan potensi dari kerja daring serta perilaku digital.
Indeks mulai mengomposisikan naskah toolkit setelah menuntaskan pertemuan pertama dan pertemuan terfasilitasi. Demi memperoleh tanggapan dan impresi pertama mengenai kit-nya, mereka kemudian mengadakan sesi uji coba yang terdiri dari tiga sesi daring dan satu sesi luring di tempat mereka di Bandung. Dengan menggunakan aplikasi Miro, Indeks mengundang seniman, teman, dan rekan dari berbagai wilayah ke dalam sesi uji coba daring. “Kami memutuskan untuk tidak hanya mengundang praktisi dari Jakarta, Bandung, atau Jogja, karena praktik dari luar kota tersebut lebih dinamis, misalnya, ada dari mereka yang menggunakan kafe untuk sketch jam. Praktiknya berbeda,” kata Rizki.
Mereka mendapatkan hasil dan tantangan yang beragam dalam sesi uji coba ini. Beberapa nampak belum familiar dengan format toolkit, beberapa justru dengan pertanyaannya. Perbedaan terbesar antara uji coba luring dan daring adalah laju kerja; durasi uji coba luring memakan waktu dua kali lipat lebih lama. Mereka juga pada akhirnya merevisi tata letak toolkit demi pengalaman pengguna yang lebih baik.
Dalam tahap finalisasi, Indeks sekali lagi mengundang rekan penggagas untuk penyesuaian toolkit. Setelah naskah final dianggap rampung, mereka lanjut ke tahap pengembangan situs web. Pengalaman dalam menggunakan situs web sebagai platform juga menjadi sorotan. “Apa yang kami lakukan di sesi tryout itu tidak hanya soal kontennya, tapi bagaimana kita mengisinya, bagaimana kita mengisi Post-It notes,” kata Rizki, “Ini proses yang baik dalam hal bagaimana sebuah toolkit dapat berfungsi. Sehingga kami memutuskan untuk menggunakan web. Kita bisa mengisinya langsung.” Mereka juga mencatat keuntungan-keuntungan lain termasuk mendeteksi jumlah pengguna yang mengakses beserta distribusi wilayahnya.
Pembuatan ‘Assembly Points’ membutuhkan waktu kurang lebih tujuh minggu. Tahap selanjutnya adalah untuk terus mendorong publikasi mengenai keberadaan toolkit meskipun proyek ini sudah berakhir. Dengan hadirnya ‘Assembly Points’ di internet, Indeks bertujuan agar pedoman tersebut dapat diaplikasikan oleh pelaku-pelaku kreatif berbagai jenjang; untuk memetakan potensi dan tantangan mereka, terutama dalam menghadapi iklim multidisiplin yang biasanya dilakukan oleh creative hub di Indonesia. Pedoman ini tidak hanya memandu tapi juga memastikan lingkungan kerja yang sehat dan aman; kesehatan mental dan keamanan digital adalah dua hal penting untuk dipertimbangkan. Indeks juga berharap inisiatif lain dapat memberi tanggapan terhadap toolkit, bahkan meretasnya untuk menyesuaikan kebutuhannya masing-masing.
‘Assembly Points’ bukanlah toolkit yang ‘linear’, dan kita selalu bisa memulai kembali. Pedoman ini mengajak hub untuk selalu mengevaluasi visi dan menentukan arah mereka, sebagaimana yang diharapkan oleh British Council melalui program Creative Hub Leader’s Toolkit.
Visit Assembly Points and the original British Council toolkit to learn more.