By Tim UK/Indonesia 2016-18

20 March 2018 - 15:33

Instalasi karya Josette Chiang di PLATFORM3, Bandung. ©

Kuo Ying Hsiu

Josette Chiang bukanlah seniman biasa. Tentu, ada lebih dari satu seniman multimedia berbasis riset yang karyanya memiliki rentang luas dari gambar, suara, teks, performans, video, instalasi, dan pahat. Namun apa yang membuat Chiang istimewa adalah konsistensinya menyertakan geologi, mitologi, kosmologi China, dan sistem pengukuran ke dalam karya.

Tetapi seperti banyak seniman sebelumnya, ketertarikan Chiang terhadap seni sudah tampak sejak kecil. Ia selalu suka menggambar. “Ibu dan kakek saya adalah seniman amatir, jadi saya pikir mereka menginspirasi saya tanpa disadari,” ungkapnya dalam sebuah wawancara dengan British Council.

Chiang lahir di Hong Kong, dan kemudian pindah ke UK saat berusia 13 tahun untuk sekolah asrama di Yorkshire. Ia mengenang, “Saya mengalami gegar budaya berada di pedesaan, tetapi pengalaman tersebut mengenalkan saya kepada budaya tradisional Inggris, sesuatu yang jauh namun familier bagi saya yang tumbuh besar di Hong Kong pada akhir masa penjajahan.”

Chiang memutuskan untuk jadi seniman sejak berusia 17 tahun, tetapi pada awalnya tidak tahu seniman jenis apa. Ia senang menggambar dan melukis, tetapi tidak yakin dengan kemampuannya sebagai pelukis. Ia bisa menciptakan gambar-gambar realistis, namun kemudian memiliki minat terhadap seni performans dan instalasi ketika bersekolah di Central Saint Martens College, London.

“Saya selalu menggabungkan medium yang berbeda-beda untuk tugas sekolah, jadi saya sudah menggunakan pendekatan ini sejak dulu. Saya pikir ini didorong oleh keinginan menjadi transparan kepada audiens tentang ketidakyakinan saya dalam melakukan apa yang saya lakukan, dan keinginan berbagi pengalaman dengan orang-orang yang melihat karya saya,” terangnya. “Sekarang, praktik saya adalah membagikan apa yang saya pelajari dari pengalaman kolektif dan sosial di berbagai belahan dunia. Saya memiliki kebutuhan impulsif untuk mengomunikasikan fisik dunia – ini merupakan tantangan konstan bagi saya, dan saya selalu mendorong diri untuk menemukan cara-cara baru dalam melakukannya dengan medium apa pun yang saya pikir paling realistis.”

Menurut pemahaman Chiang, dunia fisik bisa dipahami melalui pengalaman kolektif tetapi juga tentang kebutuhan dasar untuk hubungan sosial manusia. “Saya terbiasa bekerja merespons tempat-tempat yang baru bagi saya, jadi saya perlu bekerja dengan orang lain sejak awal. Saya mencari cara untuk tetap terhubung dengan orang lain guna memotivasi diri dan yang lainnya untuk menyadari kekhasan yang membentuk sejarah serta identitas tempat saya berada. Manusia dan tempat tidak bisa dipisahkan, mereka tidak masuk akal bila terisolasi satu sama lain,” katanya.

Chiang mulai mengimplementasikan geologi, mitologi, dan kosmologi China dua tahun lalu ketika membuat karya soal feng shui dari kuil dewi laut di Sai Kung, kawasan terpencil Hong Kong tempatnya tumbuh besar. Ia mengingat, “Awalnya saya tidak tahu fokus apa yang mau saya ambil, tetapi saya sadar betul bahwa sudah waktunya untuk melakukan sesuatu bagi tempat yang penting bagi saya pribadi itu. Kemudian saya menemukan dengan kesempatan yang datang menyusul bahwa pendekatan mempelajari tempat ini merupakan hal produktif bagi saya.”

Chiang adalah satu dari delapan pelaku kreatif UK yang telah dipilih oleh British Council untuk melakukan residensi sebulan di Indonesia. Ia ditempatkan di Bandung, dengan PLATFORM3 sebagai tuan rumahnya. Pada kesempatan ini, ia berkenan meneliti kaitan geografi vulkanik Bandung dengan identitas budaya dan sejarah kolonialnya.

“Saya mencari tahu lewat Internet soal Bandung dan mempelajari kisah-kisah geo-mitologi yang berhubungan dengan Sangkuriang. Saya tahu dengan cepat bahwa inilah subjek yang harus saya beri fokus. Saya kemudian terus berdiskusi dengan PLATFORM3 sejak enam bulan menuju masa residensi,” ujarnya.

Chiang melanjutkan, “Saya tertarik untuk berbagi dengan sistem pengetahuan yang diakui mengenai hal-hal berharga bagi aspek budaya dan praktis kehidupan kontemporer. Pembangunan dan infrastruktur perkotaan biasanya terpusat pada kekuatan perusahaan dan keuntungan pribadi. Agar bisa menyaingi posisi ini, saya pikir merupakan hal yang sangat penting untuk berbicara soal gagasan kemajuan dalam cara-cara berbeda dan sebagai suara kolektif.”

©

Kuo Ying Hsiu

©

Kuo Ying Hsiu

©

Kuo Ying Hsiu

©

Josette Chiang

©

Josette Chiang

Selama residensi, Chiang memutuskan untuk fokus kepada lokasi spesifik yaitu patahan Lembang. Dikarenakan periode residensi yang terbatas, ia tidak memiliki cukup waktu untuk meneliti sejarah kolonial Bandung. “Di masa mendatang, saya ingin melakukan riset seputar ahli geologi Reinout Willem Van Bemmelen dan karyanya yang terkenal tentang vulkanologi dan geologi Indonesia pada masa penjajahan,” katanya berjanji.

Soal PLATFORM3, Chiang berujar: “Kami memiliki hubungan baik. Saya menikmati bekerja dengan mereka. Mereka memberi dukungan dan koneksi untuk membuat residensi saya sukses. Saya bisa menciptakan karya baru dan memamerkannya di galeri mereka, semua dalam jangka waktu yang sangat singkat.”