By Tim UK/Indonesia 2016-18

12 April 2019 - 15:00

©

Dok. oleh Curious Directive

Sesuai dengan tema UK/ID Festival 2018, Frogman karya Jack Lowe bukan hanya mendobrak, namun juga mengaburkan, batas dengan menggabungkan teater langsung dan realitas virtual (VR) menggunakan gambar-gambar asli yang diambil saat Lowe mengunjungi Nusa Lembongan di Bali. Ditampilkan di Institut Kesenian Jakarta, Frogman, sesuai deskripsi Lowe, ‘sebuah pengalaman yang gelap dan seram tentang menyelam dan pencarian dan penyelamatan bawah air.’

“Gambar-gambar yang kami ambil mungkin terlihat indah, namun dalam konteks cerita Frogman menjadi sedih,”

ungkapnya.

Menampilkan dua plot cerita yang saling terhubung, cerita Frogman dimulai di masa kini dan memperlihatkan seorang ilmuwan terumbu karang yang dipanggil oleh seorang polisi yang menyatakan bahwa ayahnya telah ditangkap karena membunuh seorang gadis berusia 13 tahun di tahun 1995. “Kemudian ceritanya berlanjut ke tahun 1995 dan Anda melihat si ilmuwan sebagai remaja, sementara dirinya di masa kini menceritakan segala kenangan yang dia miliki tentang tahun tersebut,” jelas Lowe. Selama cerita Frogman berjalan, gambar yang ditampilkan bergerak dari teater ke VR selagi penonton mencari jasad gadis berusia 13 tahun tersebut dengan serangkaian peraturan yang bisa dipilih dan diatur. “Penonton diposisikan sebagai juri dan diperbolehkan untuk berpikir kritis tentang apa yang mereka saksikan,” lanjutnya.

Menciptakan proyek yang ambisius seperti Frogman tentunya memiliki tantangan tersendiri. Meskipun sudah dirancang sejak September 2014, baru dua tahun kemudian Lowe mendapatkan dukungan dan dana yang cukup. “Kebanyakan orang menganggap Frogman sebagai proyek yang eksperimental. Saya hampir menyerah dua kali. Tidak ada yang mau membiayai proyek ini, dan mungkin untuk alasan yang masuk akal. Namun saya pikir pasti akan selalu ada rintangan saat Anda ingin melakukan sesuatu yang berbeda,” ceritanya. Meskipun begitu, dia pantang menyerah. “Saya pikir mengerjakan Frogman itu semacam penebusan keinginan besar saya untuk membuat film. Namun dalam prosesnya saya menyadari bahwa teater sebenarnya adalah bentuk seni yang sangat fleksibel, lebih dari yang mungkin disadari oleh kebanyakan orang,” tambahnya.

Jack Lowe pada saat memberikan lokakarya tentang Virtual Reality di The Other Festival pada 3 November 2018. ©

Dok. oleh British Council

Lowe mengatakan bahwa realitas virtual sangat bertautan dengan teater, terutama dengan penitikberatan terhadap suara. “Meskipun memang realitas virtual sangat bergantung dengan visual, suara merupakan komponen yang sangat penting. Pengalaman saya di dunia teater terkait hal tersebut menjadi sangat membantu,” jelasnya. Yang tak kalah menarik tentang VR adalah partisipasi aktif penonton dalam sebuah cerita dan kesimpulan yang mereka ambil dapat berbeda. “Ada beberapa orang yang puas menonton Frogman, ada juga yang merasa kurang puas. Budaya berbeda memiliki reaksi berbeda. Di Indonesia, misalnya, para penonton, terutama mahasiswa perfilman yang masih muda, bereaksi positif,” komentarnya. “Saya pikir ini karena mereka masih muda, terbuka dan bebas, masih mengeksplorasi apa saja yang mereka ingin lakukan dalam hidup.”

Lowe mengaku senang akan berbagai respon yang muncul, terutama menjelang tur Frogman yang akan datang. “Frogman akan mengunjungi Hong Kong, Singapura, Bergen dan kemungkinan Afrika Selatan dari Maret hingga Juli 2019. Setelah itu mungkin akan kembali ke Cina di musim gugur,” terangnya. Dia juga senang akan pengakuan internasional terhadap Frogman. “Saya rasa ini sungguh menakjubkan untuk sesuatu yang dimulai sebagai proyek kecil. Perlu keberanian yang besar untuk mengerjakan proyek yang berdasarkan realitas virtual. Walaupun begitu, saya melihat para penonton memahami dan menikmati hal tersebut, dan merasa bahwa mereka menikmati sesuatu yang baru. Ini adalah cara baru untuk menikmati teater langsung.”