Sesuai dengan tema UK/ID Festival 2018, Frogman karya Jack Lowe bukan hanya mendobrak, namun juga mengaburkan, batas dengan menggabungkan teater langsung dan realitas virtual (VR) menggunakan gambar-gambar asli yang diambil saat Lowe mengunjungi Nusa Lembongan di Bali. Ditampilkan di Institut Kesenian Jakarta, Frogman, sesuai deskripsi Lowe, ‘sebuah pengalaman yang gelap dan seram tentang menyelam dan pencarian dan penyelamatan bawah air.’
“Gambar-gambar yang kami ambil mungkin terlihat indah, namun dalam konteks cerita Frogman menjadi sedih,”
ungkapnya.
Menampilkan dua plot cerita yang saling terhubung, cerita Frogman dimulai di masa kini dan memperlihatkan seorang ilmuwan terumbu karang yang dipanggil oleh seorang polisi yang menyatakan bahwa ayahnya telah ditangkap karena membunuh seorang gadis berusia 13 tahun di tahun 1995. “Kemudian ceritanya berlanjut ke tahun 1995 dan Anda melihat si ilmuwan sebagai remaja, sementara dirinya di masa kini menceritakan segala kenangan yang dia miliki tentang tahun tersebut,” jelas Lowe. Selama cerita Frogman berjalan, gambar yang ditampilkan bergerak dari teater ke VR selagi penonton mencari jasad gadis berusia 13 tahun tersebut dengan serangkaian peraturan yang bisa dipilih dan diatur. “Penonton diposisikan sebagai juri dan diperbolehkan untuk berpikir kritis tentang apa yang mereka saksikan,” lanjutnya.
Menciptakan proyek yang ambisius seperti Frogman tentunya memiliki tantangan tersendiri. Meskipun sudah dirancang sejak September 2014, baru dua tahun kemudian Lowe mendapatkan dukungan dan dana yang cukup. “Kebanyakan orang menganggap Frogman sebagai proyek yang eksperimental. Saya hampir menyerah dua kali. Tidak ada yang mau membiayai proyek ini, dan mungkin untuk alasan yang masuk akal. Namun saya pikir pasti akan selalu ada rintangan saat Anda ingin melakukan sesuatu yang berbeda,” ceritanya. Meskipun begitu, dia pantang menyerah. “Saya pikir mengerjakan Frogman itu semacam penebusan keinginan besar saya untuk membuat film. Namun dalam prosesnya saya menyadari bahwa teater sebenarnya adalah bentuk seni yang sangat fleksibel, lebih dari yang mungkin disadari oleh kebanyakan orang,” tambahnya.