By Penulis Astari Pinasthika Sarosa

05 January 2023 - 12:14

Aktif di Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (GERKATIN) Makassar dari tahun 2015, Selfiana Saenal merasa dunia digital di Indonesia masih kurang inklusif pada komunitas difabel. Wanita yang dikenal dengan panggilan Selfi ini akhirnya memutuskan untuk mengikuti program Skills for Inclusive Digital Participation (SIDP) dengan British Council sebagai Community Level Trainer (CLT).

Program yang didanai oleh Foreign Commonwealth and Development Office (FCDO) bertujuan untuk meningkatkan kemampuan digital individu dari komunitas marginal, termasuk anak muda dari latar belakang sosial ekonomi yang lebih rendah, perempuan, dan penyandang disabilitas.

Memiliki keterampilan bahasa isyarat, Selfi membantu memfasilitasi tiga kelompok pelatihan bersama peserta tuna rungu. Kelompok di basic 1 dan basic 2 memiliki total 47 peserta, dan kelompok intermediate memiliki 21 peserta. 

“Saya senang bisa terlibat di kegiatan ini dan berharap akan ada pelatihan-pelatihan seperti ini ke depannya. Khususnya untuk teman-teman disabilitas, masih sangat kurang pelatihan seperti ini. Walaupun ada, paling terbatas di kota karena akses yang kurang, padahal daerah-daerah juga butuh pelatihan seperti ini,” tutur wanita asal Makassar ini.

Menurut Selfi, program SIDP ini harus terus didukung dan dikembangkan. Pertama, modul harus disesuaikan lagi untuk teman tuli. Masih banyak peserta tuna rungu yang kesulitan untuk mengolah kalimat, karena itu modul harus dibuat menjadi lebih sederhana lagi. Selain itu, masih perlu lebih banyak gambar untuk mendukung pelatihan.

“Kalau untuk pelaksanaannya sendiri saya rasa sudah baik karena terus didampingi, tapi modul perlu direvisi. Selain itu, saya rasa waktu pelatihannya masih kurang untuk teman-teman tuli agar bisa lebih paham dan langsung praktek,” lanjut Selfi.

Sebagai Expert Level Trainer (ELT) untuk Sulawesi Selatan, Dwi Alfia Rizkiyani menyetujui saran dari Selfi. Dwi membantu merancang modul-modul SIDP bersama ELT lain dari Indonesia, Nigeria, dan Kenya, dengan bantuan dari British Council. Dari bulan Januari sampai Oktober 2021, Dwi berdiskusi dengan ELT lain setiap dua minggu sekali. Lalu, Dwi melatih 33 CLTs dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan, termasuk Makassar, Gowa, Bone, dan Maros, untuk SIDP.

Salah satu pelajaran terbesar Dwi selama pelatihan SIDP adalah masih banyak pemahaman mengenai inklusivitas yang kurang. “Pada saat terjun ke lapangan, ternyata ada hal-hal yang awalnya dipikir tidak mungkin itu sebenarnya kenyataan. Contohnya, mengenai penggunaan email itu masih banyak yang belum paham. Jadi harus melihat dan mengulik lagi program ini tanpa ada asumsi,” tutur Dwi.

Selain itu, masih banyak asumsi mengenai edukasi digital teman-teman difabel. Dwi melanjutkan: “Pemahaman tentang dunia digital yang inklusif itu masih banyak yang kurang. Untuk teman-teman tuna rungu sebaiknya membuat lebih banyak gambar karena sulit untuk menyusun kalimat. Dan teman-teman tuna netra itu masih banyak yang tidak tahu mengenai audiobook.” Karena itu, sangat penting untuk mendapatkan saran-saran dari komunitas langsung.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa SIDP ini telah membantu banyak masyarakat marginal. Terutama untuk memastikan internet bisa menjadi wadah yang aman dan terbuka untuk semua masyarakat. Dwi melihat bahwa masyarakat daerah banyak yang sudah memiliki peralatan teknologi dan akses pada internet, namun tidak mendapatkan edukasi yang baik. 

“Saya melihat di pelatihan-pelatihan, banyak ibu-ibu dan anak muda yang sebenarnya memiliki handphone yang bagus. Sayangnya, mereka mudah terpapar hoax dan sering menjadi sasaran untuk penipuan atau scam,” tutur Dwi. Dengan SIDP, para peserta belajar mengenai keamanan siber dan juga cara menggunakan internet secara bijak. 

Dwi berharap dengan program ini, dia bisa membantu masyarakat marginal agar bisa mengembangkan usaha, mencari kerja, dan menjadi content creator yang bijak. Selain memberikan edukasi, SIDP juga menjadi komunitas yang luas untuk membangun dunia digital yang lebih inklusif.

“Walaupun belum 100 persen, paling tidak kami sudah membuat sesuatu untuk kemajuan digital skills di Indonesia,” jelas Dwi.