By Graham Daniels

29 April 2022 - 17:24

Deskripsi Gambar: Foto Tesla Manaf merekam video Nur Handayani yang memainkan rebab. Graham Daniels berdiri di belakang Nur Handayani sambil melihat kamera Tesla.
Deskripsi Gambar: Foto Tesla Manaf merekam video Nur Handayani yang memainkan rebab. Graham Daniels berdiri di belakang Nur Handayani sambil melihat kamera Tesla.  ©

Dokumentasi oleh tim Pararatronic

Meskipun sempat terbentur kendala akibat pandemi COVID-19 di awal proses kolaborasi mereka, Tesla Manaf alias Kuntari dan Graham Daniels dari Addictive TV tetap melanjutkan kolaborasi mereka hingga menghasilkan Pararatronic, perpaduan menggelitik antara rekaman lapangan serta nyanyian dan instrumen tradisional. British Council mewawancarai Graham Daniels untuk tahu lebih banyak tentang perjalanan proyek audio yang menggugah ini. 

British Council (BC): Bisa cerita sedikit tentang Pararatronic dan asal-usulnya?

Graham Daniels (GD): Tesla dan saya merekam dan membuat rekaman sampel dari ragam elemen instrumen dan vokal tradisional Indonesia. Kemudian kami merilisnya dengan nama Pararatronic. Nama ini terinspirasi dari Pararaton yang bersejarah, yaitu kitab raja-raja Indonesia kuno dan ragam kisahnya yang bercerita seputar warisan, kontradiksi serta legenda Ken Arok.

Proyek kami merupakan salah satu yang dipilih oleh inisiatif Connections Through Culture dari British Council pada tahun 2019. Awal 2020, saya bertandang ke Indonesia untuk melakukan sesi rekaman lapangan dengan Tesla di Surakarta dan Bandung. Awalnya Tesla akan terbang ke Inggris dan menampilkan komposisinya di sebuah acara di London pada bulan Maret 2020. Acara tersebut bertajuk Plugged dan menampilkan rentetan musisi berbakat nan inovatif yang menciptakan musik berbasis teknologi. Acara ini diselenggarakan oleh Francoise Lamy dari Addictive TV dan didukung oleh Arts Council England.

Namun sebelum semua itu terlaksana, COVID-19 melumpuhkan seluruh dunia sehingga semua rencana itu dihentikan dan harus diubah. Tesla akhirnya melakukan penampilan daring dari studionya di Bandung, sebagai bagian dari konser streaming Plugged yang menampilkan banyak musisi.

BC: Lalu apa yang terjadi selanjutnya?

GD: Proyek kolaborasi ini sebenarnya sudah selesai di akhir tahun 2020. Di kala itu, kami berpikir tahun 2021 adalah saat yang tepat untuk mengajukan Alumni Grant yang berskala lebih kecil lalu merilis proyek kami, mengingat selama pandemi kami telah membuat banyak karya baru dari sesi-sesi rekaman kami di Indonesia. Bagi kami, merilis karya ini adalah bentuk penyelesaian kolaborasi kami yang sebenarnya, apalagi mengingat banyaknya jumlah materi yang sudah kami buat dan rekam.

Setelah sukses mendapatkan hibah alumni tersebut, EP Pararatronic dirilis oleh label asal Belanda, Audiomaze, pada 11 Februari 2022, yang menampilkan empat karya istimewa. Saya dan Tesla masing-masing menyumbang dua lagu dan semuanya menampilkan hasil rekaman lapangan kami, termasuk dengan penyinden Nur Handayani, yang menjadi semacam tokoh sentral dalam karya-karya kami.

Sebagai penyinden tradisional, Nur sudah lama mendobrak batas-batas tradisi di Indonesia karena dia sering tampil diiringi kendang dan rebab senar tunggal sambil bernyanyi. Praktik ini tidak lazim di Indonesia karena penyinden biasanya hanya bernyanyi sebagai bagian dari gamelan.

Selain itu, komposisi Addictive TV juga menampilkan ragam rekaman sampel, salah satunya dari Gondrong Gunarto, multi-instrumentalis asal Indonesia, yang kami rekam di Surakarta.

Deskripsi Gambar: Artwork dari album Pararatronic – di tengahnya ilustrasi Ken Arok, dan di belakangnya kolase foto-foto patung historis Indonesia dikombinasikan dengan perangkat soundsystem seperti kabel aux.
Deskripsi Gambar: Artwork dari album Pararatronic – di tengahnya ilustrasi Ken Arok, dan di belakangnya kolase foto-foto patung historis Indonesia dikombinasikan dengan perangkat soundsystem seperti kabel aux. ©

Dokumentasi oleh tim Pararatronic

Deskripsi Gambar: Graham Daniels merekam video Gondrong Gunarto memainkan kakapi. Di belakang Graham, ada satu orang sedang berjongkok dan satu orang lagi berdiri sambil melihat ke arah kamera Graham.
Deskripsi Gambar: Graham Daniels merekam video Gondrong Gunarto memainkan kakapi. Di belakang Graham, ada satu orang sedang berjongkok dan satu orang lagi berdiri sambil melihat ke arah kamera Graham.  ©

Dokumentasi oleh tim Pararatronic 

Deskripsi Gambar: Foto Tesla Manaf, sedang merekam suara di ruang publik.
Deskripsi Gambar: Foto Tesla Manaf, sedang merekam suara di ruang publik.  ©

Dokumentasi oleh tim Pararatronic

BC: Apakah kolaborasi kalian berjalan lancar?

GD: Sangat lancar. Meskipun kami berdua berangkat dari generasi dan latar belakang artistik yang sangat berbeda, kami memiliki pandangan dan cita-cita serupa serta saling menghargai karya satu sama lain.

Salah satu contohnya: kami berdua ingin agar sampul EP kami dirancang oleh seniman dari Indonesia. Tesla memberikan beberapa nama. Ternyata Tesla dan saya satu pikiran dan memilih seniman yang sama dari beberapa nama tersebut, yaitu RakaSu, yang ide visualnya sangat mewakili karya-karya kami.

BC: Bagaimana kalian merumuskan dan menyiapkan proyek ini dalam jarak jauh?

GD: Kami berkomunikasi melalui Zoom dan saling mengirimkan catatan. Tesla kemudian menuliskan ide-idenya dan saya merumuskannya ke dalam draf aplikasi pertama. Setelah itu, kami bergiliran memperbaikinya.

BC: Tips membangun kepercayaan dengan kolaborator saat menjalankan proyek yang bersifat digital dan berjarak jauh?

GD: Untung sekali saya dan Tesla sudah beberapa kali bertemu langsung di London, jadi kami sudah akrab. Keakraban kami semakin terbentuk saat saya mengunjungi Indonesia untuk melakukan proses rekaman bersama Tesla selama kurun waktu seminggu. Setelah itu, kolaborasi jarak jauh kami berjalan lancar dan terasa sangat normal. Kami juga sadar akan faktor zona waktu yang berbeda dan mampu mengatasinya dengan baik.

BC: Apa pelajaran terbesar yang Anda petik dari proyek ini?  

GD: Pesan utama dari proyek ini adalah jangan mengabaikan yang ‘kuno’ demi sesuatu yang ‘modern’. Keduanya bisa berjalan beriringan. Yang ‘kuno’ atau ‘tradisional’ sebenarnya bisa melahirkan cara berseni yang baru.

Bekerja sama dengan Tesla membuat saya belajar banyak tentang musik dan instrumen Indonesia. Dia juga mengenalkan saya ke beberapa rekan sejawatnya, termasuk mereka yang di ISI (Institut Seni Indonesia).

BC: Rencana Anda ke depannya?

GD: Saya ingin sekali berbicara tentang kolaborasi kami, sekaligus tentang perjalanan saya di Indonesia, dalam sebuah lokakarya dan sesi tanya jawab. Dan tentu saja saya ingin menampilkan karya-karya kami dengan musisi-musisi yang melakukan sesi rekaman dengan kami. Di samping itu, kami juga ingin memproduksi lagu-lagu baru menggunakan berbagai sampel yang kami rekam di Indonesia.