By Tim UK/Indonesia 2016-18

04 December 2018 - 19:34

Dibandingkan instalasi-instalasi lain yang ditampilkan selama The Other Festival di Hotel Monopoli Jakarta, 2-Tak, mesin dua-tak yang diretas menggunakan gabungan alat elektronik dan suara, merebut perhatian publik paling banyak berkat tampilannya yang unik: lokasinya di dalam mobil van dan mengundang partisipasi publik dalam berbagai kegiatannya. 

“Ide awalnya adalah membuat mobil keliling untuk mengajarkan seluk-beluk mekanis secara mandiri serta berbagai teknik simpel untuk mereparasi banyak hal dan lokakarya berbasis teknologi seperti membuat synthesizer, di samping menampilkan musik dan pertunjukan,” jelas seniman asal Glasgow Robbie Thomson, yang membantu mendesain 2-Tak bersama para perintisnya Helmi Hardian dan Debrina Tedja dari WAFT Lab.

Setelah berkolaborasi dengan WAFT Lab tahun lalu, Thomson mengaku bersemangat untuk kembali ke Surabaya di mana WAFT Lab berasal untuk membantu WAFT Lab merampungkan proyek yang menarik ini. “Konsep 2-Tak berasal dari Helmi dan Debrina. Mereka memiliki ide untuk mengubah mobil van Mitsubishi keluaran 1991 menjadi laboratorium keliling yang dapat digunakan untuk membawa berbagai program lokakarya mereka ke daerah-daerah lain di Indonesia,” ungkapnya.

Thomson menambahkan bahwa pameran di Hotel Monopoli hanyalah awal bagi 2-Tak sebelum berkeliling ke tempat-tempat lain di Indonesia tahun depan. “Saya pikir ini adalah cara yang sangat menarik agar publik bisa mengetahui langkah awal terlibat dalam proses-proses yang ditawarkan,” komentarnya. “Saya suka ide sebuah mobil yang berkeliling untuk menawarkan program yang mendidik serta mengundang masyarakat untuk terlibat dalam proses teknologi atau pembuatan seni yang mungkin awalnya terlihat menakutkan.”

Meskipun tidak ikut terlibat di proses awalnya, Thomson kemudian bergabung untuk proyek 2-Tak setelah berdiskusi panjang dengan WAFT Lab. “Rasanya masuk akal saya ikut terlibat dan membantu proyek ini, terutama karena karya-karya saya pribadi kebanyakan bergerak di ranah seni visual, teater, musik dan robotika,” terangnya.

Kecintaannya akan semangat kolektif di WAFT Lab juga mendorong Thomson untuk melakukan kolaborasi ini. “Saya menyukai hubungan dan pertemanan yang muncul selama dua tahun terakhir bersama para seniman dan kolektif Indonesia. Saya bersyukur bisa menghabiskan banyak waktu dengan WAFT Lab, memahami cara kerja mereka dan bekerja dengan orang-orang yang menyenangkan,” pujinya, seraya menambahkan bahwa ada kemungkinan berkolaborasi lagi dengan WAFT Lab di masa depan.

“Saya suka dan merasa terhubung dengan semangat berkarya di antara para seniman yang saya temui. Ada kesamaan semangat antara mereka dan saya yang membuat pengalaman saya di Indonesia terasa sangat menyenangkan.”

Robbie Thomson