By Tim UK/Indonesia 2016-18

19 Oktober 2018 - 17:21

Ke mana arah jurnalisme musik di era digital? Apa saja konsekuensi dari bergesernya media cetak dan siaran ke situs web dan podcast? Bagaimana caranya mengelola label rekaman independen yang sukses? Itu adalah beberapa pertanyaan yang diajukan selama Archipelago Festival, yang diadakan baru-baru ini dan menampilkan 3 tokoh dari Inggris: Chris Cooke (pendiri dan direktur Complete Music Update), Gareth Main (penulis untuk The Quietus dan podcaster) dan Simon Raymonde (musisi dan pendiri label independen Bella Union).

“Di era digital ini, tidak ada yang tahu caranya menciptakan model bisnis yang berkelanjutan bagi jurnalisme musik. Menggunakan iklan atau konten bersponsor tidak akan serta merta memberikan penghasilan besar bagi jurnalisme musik, malahan bisa membuat keadaan semakin buruk.”

- Gareth Main (The Quietus) -

Dia juga menyebut bahwa netralitas adalah salah satu kredo jurnalisme secara umum, sembari menyebut The Guardian sebagai salah satu media yang jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan bisnisnya dan berani meminta langsung pendanaan dari para pembacanya. “Nyatanya memang menulis sebuah artikel kerap membutuhkan banyak biaya, mulai dari membayar penulis, fotografer dan transportasi.”

Chris mengamini hal tersebut seraya menambahkan bahwa medianya sendiri menggunakan pendekatan serupa. “Kami menyediakan layanan konten premium di CMU, di samping pelatihan bisnis, konferensi dan kelas industri musik di sekolah-sekolah,” jelasnya. Dia juga mengatakan bahwa untuk melakukan diversifikasi bisnis, suatu media harus menguatkan mereknya dan kualitas pengetahuannya terlebih dahulu. “Memang benar bahwa dalam industri musik perlu melakukan beberapa hal yang berbeda untuk menghasilkan pendapatan yang signifikan,” tegasnya. Dia menyebut bahwa ‘karir portofolio’ - melakukan beberapa pekerjaan sekaligus ketimbang satu pekerjaan saja - adalah hal yang lazim di kalangan penulis dan pelaku industri musik.

Ini juga yang mendasari Gareth untuk tidak terlalu aktif lagi menulis dan lebih menggandrungi podcast. “Bagi saya, membuat podcast lebih efisien untuk mempromosikan musik, terlebih musik yang saya suka,” jelasnya, merujuk kepada program mingguannya, Indepedent Music Podcast, yang membahas musik elektronik eksperimental. Dia mengaku bahwa menulis artikel biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan podcast.

“Sebelum merekam podcast, saya bisa mendengarkan ribuan grup musik sebelum memilih 10 saja untuk dibahas di podcast saya. Setelah itu hanya perlu menyunting kontennya beberapa jam saja sebelum dirilis. Rasanya lebih bebas.” - Gareth Main (The Quietus)

Meskipun begitu, bukan berarti praktik menulis musik lantas mati. “Menurut saya, menulis musik sekarang lebih tentang melakukan riset dan investigasi,” komentarnya. Kunjungannya ke Indonesia kali ini pun merupakan bagian dari jurnalisme. “Saya bertemu dengan banyak musisi hebat di Bandung dan Jakarta, yang tidak akan saya bisa temui di internet. Mengunjungi tempat baru dan memahami konteks budaya yang mempengaruhi musik di daerah tersebut bagi saya lebih menarik dan semakin menjadi penting dalam aspek penulisan musik. Saya melihat jurnalisme musik mengarah ke sana dewasa ini.”

Sementara itu, Simon Raymonde percaya bahwa kecintaan akan musik adalah hal yang penting dalam mengelola label rekaman. Dikenal sebagai mantan personil Cocteau Twins, grup musik Skotlandia yang mendefinisikan musik dream pop di era 80an dan 90an, dia kemudian mendirikan label Bella Union. Walaupun niat awal label tersebut hanyalah untuk merilis karya-karya Cocteau Twins, grup tersebut bubar enam bulan setelah Bella Union didirikan. “Sejujurnya, saya tidak pernah tertarik mengelola label rekaman. Namun lambat laun saya jadi semakin menggandrunginya, bahkan membantu saya mengatasi kesedihan saya atas berakhirnya grup musik saya itu,” kenangnya. Tahun-tahun awal menjalankan label pun tersebut terbukti sarat akan tantangan. Setelah merekrut beberapa grup musik berbakat seperti Beach House dan Fleet Foxes, label tersebut akhirnya semakin menunjukkan taringnya dan kini sudah beroperasi selama 21 tahun.

“Dalam perjalanan saya mengelola label rekaman, saya belajar bahwa penting untuk mengevaluasi kekeliruan saya. Perlahan-lahan saya pun merekrut orang-orang yang tepat dan unggul dalam bidangnya. Sebagai label, kami harus melalui semua itu sebelum sampai di titik saat ini.”

- Simon Raymonde (Bella Union) -

Menurut Simon, kunci kesuksesan Bella Union lainnya adalah mendahulukan kualitas dibanding kuantitas. “Kami tidak merilis banyak rekaman dan hanya merekrut musisi-musisi yang menurut kami berkualitas. Bagi saya, musisi yang berkualitas adalah yang jujur dengan dirinya sendiri. Dewasa ini, banyak orang yang berusaha terlalu keras agar dapat diterima. Padahal cukup tutup mata saja dan lakukan apa pun yang kamu mau. Namun juga cerdaslah dalam berpikir dan pikirkanlah hal-hal yang tak biasa.”

Senada dengan Simon, Chris juga berkata bahwa kondisi industri musik saat ini yang sangat berbeda dibandingkan kondisinya dahulu, di mana model yang lama sudah hancur dan para pelakunya mencari cara-cara baru untuk mendulang keuntungan, memunculkan bibit-bibit kreativitas baru. “Dewasa ini, semakin banyak orang yang menulis dan berbicara tentang musik. Tentunya ini berarti bahwa orang-orang memang menyukai musik dan ingin menjalin relasi dengan para artis, namun di saat yang sama, kita masih mencari tahu caranya membangun model bisnis yang berkesinambungan bagi industri musik,” jelasnya. Gareth menyetujui hal tersebut dan menyarankan media-media musik untuk terus berkembang di pasarnya sendiri sembari membangun audiens. “Bagi saya tidak masalah tidak ada media musik yang benar-benar berdigdaya. Dari sisi seorang penggemar musik, banyaknya niche yang dibuktikan dengan berbagai blog dan podcast musik kecil dan beraneka ragam adalah hal yang baik. Pada akhirnya, semua ini hanyalah tentang membuat semakin banyak jenis musik terpapar ke publik, dan menggiring publik ke musik itu sendiri.”