By Tim UK/Indonesia 2016-18

23 Oktober 2018 - 16:09

Semua orang diperbolehkan mengikuti rave yang dirancang untuk mereka yang tuli atau memiliki gangguan pendengaran.

Akhir pekan lalu, sebagai bagian dari Festival Bebas Batas, kolektif asal Inggris Deaf Rave - yang berspesialisasi menggelar pesta musik untuk para penyandang tuli - berkolaborasi dengan kolektif musik dance asal Jakarta PonYourTone untuk mengadakan rave tuli pertama di Jakarta.

Penyelenggara dan pemrakarsa Deaf Rave, Troi ‘DJ Chinaman’ Lee, juga mengadakan lokakarya manajemen acara yang dirancang oleh dan untuk orang tuli, di mana dia berbagi cerita dan rahasia mengadakan rave di seantero Inggris selama 15 tahun terakhir.

Kami berbincang dengan Troi untuk mengetahui lebih banyak tentang kesibukannya dan kegiatannya di Indonesia sebagai bagian dari UK/ID Festival 2018.

Apa itu Deaf Rave dan apa saja yang dilakukan?

Deaf Rave adalah organisasi nirlaba yang tujuan utamanya adalah mengadakan acara bagi komunitas tuli. Sebagai kelompok masyarakat, para penyandang tuli sangat termarjinalisasi dan terisolir. Maka dari itu, tugas saya adalah mengadakan acara ini dan mengumpulkan mereka semua. Kami harus bersosialisasi dan bertemu orang-orang tuli lain, seperti layaknya mereka yang tidak tuli.

Indonesia sungguh berbeda dan menakjubkan.

Apa saja yang Anda lakukan di Indonesia?

Indonesia sangatlah luar biasa, salah satu negara terbaik di Asia. Saya kerap mengunjungi Asia selama beberapa tahun terakhir. Saya memiliki darah Cina, Vietnam dan Inggris, dan sudah sering ke Vietnam. Namun Indonesia sungguh berbeda dan menakjubkan. Keramahan orang-orangnya tak tertandingi, begitu pun dengan kedai kopi dan restorannya. Orang-orang di sini tahu caranya menjamu dan mereka tahu cita rasa yang enak. Ini adalah pertama kalinya saya datang ke sini, dan saya akan kembali lagi.

Apakah ini pertama kalinya Anda melakukan kolaborasi dengan musisi dari negara lain?

Tentunya ini adalah kali pertama Deaf Rave terlibat dalam kolaborasi antar bangsa dan kami sangat berbangga diundang oleh British Council ke Festival Bebas Batas. Ini juga berkat DaDaFest di Liverpool yang mendukung Deaf Rave. Mereka semua mewujudkan mimpi saya. 

Kolektif asal Inggris Deaf Rava berkolaborasi dengan kolektif musik dance asal Jakarta PonYourTune untuk sebuah acara yang unik: rave tuli pertama di Jakarta.

Bisa ceritakan tentang lagu yang Anda buat di Jakarta?

British Council membuka pintu bagi kami untuk berkolaborasi dengan PonYourTone dan DJ ternama Dipha Barus. Proyek kolaboratif ini adalah tentang membuat lagu bersama, baik untuk mereka yang tuli maupun tidak. Judul lagu yang kami buat adalah ‘We Are One’.

Kolaborasi tersebut sungguh luar biasa. Kami terinspirasi oleh pembukaan Asia Para Games di Indonesia. Pembawa acara tersebut mengatakan ‘we are one’ atau ‘kita semua satu’ di awal upacara pembukaan dan bahwa itulah semangat dan energi Asia. Itu sangat menginspirasi kami dan itu juga yang menjadi tema lagunya: mendobrak batas.

[Bahasa isyarat] mungkin tidak universal, namun kami saling memahami dan itu adalah bentuk komunikasi yang indah.

Apa perbedaan antara bahasa isyarat Indonesia dan Inggris?

Saya sungguh beruntung karena saya memahami berbagai jenis bahasa isyarat, baik yang ada di Inggris, yang berlaku secara internasional juga bahasa isyarat untuk mereka yang buta. Bahasa isyarat di Inggris dan Australia memiliki konteks yang sangat mirip, sama halnya dengan alfabet dalam bahasa Indonesia dan gerakan tangan. Semua itu sangat visual, dan saya beruntung bisa memahami semuanya. Bahasa isyarat mungkin tidak universal, namun kami saling memahami dan itu adalah bentuk komunikasi yang indah.

Apa rencana Deaf Rave ke depan?

Tujuan ideal saya, dan ini sudah saya usahakan selama 15 tahun terakhir, adalah menciptakan festival tuli luar ruangan pertama di London. Ini harus terjadi. Ada banyak festival di luar sana, namun tidak ada untuk orang tuli. Jadi kami harus membuka pintu dan mendobrak batas tersebut.