By UK/Indonesia 2016-18 team

14 September 2017 - 11:53

Bestival selaku festival musik tersohor asal Inggris Raya akan hadir ke Bali pada 30 September hingga 1 Oktober mendatang. Situs menawan Garuda Wisnu Kencana telah dipilih sebagai lokasinya.

Sejumlah pengisi acara pun sudah diumumkan, di mana keberagaman jenis musik menjadi hal yang ingin ditonjolkan, antara lain Alt-J, De La Soul, George Clinton & Parliament-Funkadelic, Rudimental, hingga Purity Ring. Nama-nama dari dalam negeri juga akan turut memeriahkan festival musik ini, seperti Stars and Rabbit, Ras Muhamad, Anton, Hogi, juga Diskoria.

Sebuah konferensi pers telah diadakan pada Jumat (8/9) lalu di Artotel, Thamrin, Jakarta guna kian meresmikan kedatangan Bestival ke tanah air. Selain informasi seputar festival musik tersebut, British Council melalui Direktur Kesenian Adam Pushkin juga mendapat kesempatan mempresentasikan soal festival kebudayaan UK/ID yang bakal dihelat 14 sampai 22 Oktober di The Establishment, SCBD, Jakarta.

Tidak berhenti sampai di situ, British Council juga menyuntikkan elemen street art pada konferensi pers Bestival Bali. Amy Travis, seniman yang lahir dan besar di Manchester namun kini tengah bermukim di Pulau Dewata, khusus didatangkan untuk membuat mural bertema Bestival di area luar konferensi pers.

“Mural saya kali ini terinspirasi dari poster Bestival Bali. Saya suka sekali karena ada hal-hal kecil soal Bali yang ditampilkan di sana, seperti gambar layangan, jalan layang, hingga penampakan flamingo,” ungkap Amy ketika ditemui di sela-sela penggarapan mural. “Saya mulai gambar dari tengah, lalu biarkan berkembang dengan sendirinya. Saya memakai warna-warna primer yang ada di poster, agar terasa suasana tropikanya.”

Ketika pertama kali melihat medium yang disediakan, Amy sempat terkejut karena ukuran dan bentuknya tidak sesuai dengan apa yang ada di pikiran. Ia menceritakan sambil tertawa, “Ternyata ukurannya lebih besar dari saya kira! Saya juga mengharapkan bentuknya vertikal, tapi ternyata horizontal.”

 

Amy sendiri sudah memiliki kedekatan dengan seni sejak dini, bahkan bisa dibilang darah kesenian mengalir deras di dalam dirinya. Ibunya seorang artis, dan begitu juga dengan sang nenek. Amy kecil pernah diminta untuk menyelupkan kedua kaki ke dalam kaleng cat untuk kemudian berjalan-jalan sesuka hati di atas kertas berukuran besar. 

Pembinaan kreativitas ini membuat Amy memiliki pemikiran yang ramah soal kesenian, berbanding terbalik dengan orang-orang yang menganggap seni sebagai sesuatu yang eksklusif. “Seni adalah bahasa yang bisa dimengerti semua orang. Kita semua kreatif dengan cara yang berbeda-beda, kita semua seniman,” ujarnya.

Amy bahkan memiliki hasrat yang tinggi dalam membuat perubahan positif melalui kreativitas, seperti mendorong anak-anak untuk mengikuti lokakarya. Ia menyatakan dengan penuh semangat, “Saya ingin mengatakan kepada semua orang bahwa mereka kreatif. Merupakan hal yang penting untuk mengekspresikan diri.”

Amy sudah tinggal di Bali sekitar satu tahun; sebelumnya ia menjelajahi dunia dengan menyambangi negara-negara seperti India, Nepal, Australia, dan bahkan telah menyaksikan matahari terbit dari Gunung Everest. “Tapi Indonesia selalu punya tempat yang istimewa di hati saya,” katanya.

Ia bahkan mulai mempelajari street art di Bali setelah berjumpa dengan seniman beralias Sleeck (“Saya akan mengajari semua yang saya tahu kepada Anda,” janjinya kepada Amy). Amy ingat betul momen pertamanya menyemprot spray can ke tembok. Lokasinya: sebuah teater terbengkalai di kawasan Sanur yang temboknya penuh akan street art. Ia mengenang, “Ternyata pencetan spray can itu keras, jari saya sampai sakit.”

Dari sana, Amy kemudian giat menggoreskan identitasnya di berbagai tempat dan medium. Ia pernah menggambar pada eksterior mobil di Bali, mencorat-coret velg mobil di Australia, membuat karya di Yogyakarta, hingga meramaikan jejeran mural di Kampung Pelangi, Malang.

“Street art paling banyak dan terbaik yang pernah saya lihat adalah di Indonesia. Menyusuri Kampung Pelangi adalah pengalaman yang tak terlupakan, setiap rumah punya mural yang berbeda-beda. Di Bali juga street art ada di mana-mana. Apalagi kalau mengingat surrounding-nya: kita bisa berdiri di dekat sebuah karya street art namun di seberang jalan ada ladang sawah, atau tempat sembahyang. Kontras sekaligus indah. Saya tidak pernah lihat yang seperti itu di negara lain,” pungkas Amy.