Merayakan Hari Perempuan Internasional, British Council ingin mengangkat cerita-cerita perempuan yang memimpin dan memberdayakan komunitasnya, serta bagaimana mereka menghadapi hambatan dan tantangan selama berkarir di industri yang mereka tekuni. Untuk sosok Women in Football, kami berbincang dengan Maaike Ira Puspita, Wakil Sekretatis Jenderal (Sekjen) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
1. Boleh cerita sedikit awal keterlibatan Ibu Ira dengan sepak bola?
Awalnya karena suka. Siapa sih yang tidak suka sepak bola. Tujuh-puluh-tujuh persen dari 270 masyarakat Indonesia menyukai sepak bola. Selain itu, saya juga tergila-gila dengan klub sepak bola Itali. Nah, kesempatan untuk terjun ke dunia sepak bola Indonesia sendiri datang di tahun 2020. Saya diminta untuk mendampingi Sekjen PSSI karena kita akan menghadapi Piala Dunia di tahun 2021. Ada tugas-tugas yang harus dibagi, mulai dari tugas administrasi hingga teknis. Di situlah awal keterlibatan saya secara langsung dengan organisasi.
2. Apa yang menginspirasi Ibu Ira untuk terjun di bidang olahraga, khususnya sepak bola? Sepenting apakah peran-peran perempuan di sektor olahraga, khususnya pemain sepak bola perempuan?
Setelah menjadi bagian dari organisasi, secara langsung dan pribadi, saya melihat perempuan-perempuan yang luar biasa. Kalau boleh cerita sedikit, tahun 2020 itu adalah tahun pandemi di mana tidak ada kegiatan apa-apa selain proses administrasi yang masih jalan. Di tahun tersebut, departemen khusus sepak bola perempuan dibentuk. Di situ ada Ibu Papat Yunisal, seorang mantan pemain timnas yang luar biasa semangatnya. Ibu Papat itu idola saya. Dia suka cerita tentang pengalamannya. Dari sisi bahasa, contohnya, Ibu Papat sendiri tidak mengerti bahasa asing dengan baik karena beliau merupakan orang Bandung yang Sunda pisan, padahal komunikasi itu sendiri adalah suatu hal yang penting. Kemudian, ia bertemu dengan lawan-lawannya, mentalnya juga memang sudah mental juara. Oleh karena itu, komunikasinya juga berani. Jadi, mentalitas itu yang saya kagumi untuk seorang pemain sepak bola perempuan. Kemudian, setelah menggeluti dan melihat sendiri para pemain sepak bola perempuan, seperti Zahra Muzdalifah, merumput, mereka itu luar biasa sekali. Dari Sabang sampai Merauke, anak-anak kita itu luar biasa.
3. Menurut Ibu Ira, hal-hal apa yang bisa kita lakukan untuk membuka lebih banyak lagi peluang kesetaraan bagi perempuan di dunia sepak bola, khususnya di Indonesia?
Kita harus mulai dari yang paling kecil dulu, yaitu keluarga. Salah satu usahanya adalah dengan melakukan sosialisasi. Kegiatan webinar yang kita selenggarakan bersama British Council pekan lalu itu merupakan satu langkah yang luar biasa sebagai bentuk sosialisasi bahwa sepak bola itu ranahnya bukan hanya untuk laki-laki, tetapi juga untuk perempuan. Mereka juga bisa merumput. Di sini, kita sudah tidak bicara lagi tentang equality, tapi kita sudah bicara mengenai emansipasi. Terlihat di lapangan bahwa permainan perempuan itu sudah sama dengan permainan laki-laki.
Kemudian, selain sosialisasi, kita juga harus mendekati para stakeholders. Seperti yang sudah saya sampaikan pada saat webinar, salah satu tantangan kita adalah dari 4.000 sekolah sepak bola di Indonesia, kurang dari 1 persen yang mempunyai kategori sepak bola perempuan untuk umur 12-18 tahun. Jumlah ini masih sangat sedikit. Ini adalah tantangan kita kedepannya, yaitu menemukan cara untuk menggalakkan permainan sepak bola perempuan di sekolah-sekolah sepak bola. Kita harus mulai benahi dari grassroot, dari kelompok umur sedini mungkin. Jadi begitu, dari keluarga kemudian sekolah.
Di federasi juga, kita mendukung fasilitas dan kompetisi yang akan kami ikuti atau selenggarakan. Tahun ini, kita mengikuti banyak kompetisi. Memang masih baru, memang masih terkesan optimis sekali. Akan tetapi, kalau tidak sekarang, kapan lagi. Kita sudah punya bibit-bibit ini, sayang sekali jika kita lewatkan begitu saja. Sebagai contoh, untuk kompetisi sendiri, dari tanggal 8-31 Maret ini, kami mengadakan training camp di Jakarta. Setelah itu, kami bersiap untuk mengikuti kompetisi untuk kelompok umur 18 tahun yang diselenggarakan oleh Japan Football Association yang bekerja sama dengan negara-negara ASEAN. Setelah kompetisi, kami akan lihat output-nya bagaimana. Jadi, memang step-nya banyak, tapi pasti bisa. Kita mulai dengan kemauan dulu.
4. Ibu Ira saat ini berkarya di bidang yang pada umumnya didominasi oleh laki-laki. Apa saja tantangan-tantangan yang Ibu Ira hadapi dalam berkarya dan mengembangkan karir?
Tantangannya sendiri lebih ke kurang tidur. Itu bercanda, saya pribadi sangat menikmati sekali bekerja di bidang yang didominasi laki-laki ini. Oleh karena itu, saya merasa tantangan yang saya hadapi itu bagian dari blessing. Selain itu, saya belajar untuk lebih luwes dalam berkomunikasi karena cara komunikasi dengan perempuan dan laki-laki itu sedikit berbeda. Sebagai contoh, pada umumnya perempuan dianggap terlalu membawa perasaan, sementara laki-laki tidak melibatkan perasaan sama sekali.
Akan tetapi, kalau boleh jujur saya tidak merasa ada perbedaan yang signifikan antara bekerja di bidang yang didominasi laki-laki dan bidang yang didominasi perempuan. Ini kembali lagi ke pribadi kita sebagai perempuan, bagaimana kita menyikapi dan melihatnya. Kita bisa melihat itu sebagai suatu tantangan atau suatu blessing karena menurut saya bekerja di bidang ini juga suatu privilege. Tantangan yang saya hadapi itu lebih ke pribadi atau ke diri sendiri, seperti cara mengubah perspektif dan mindset, bukan tantangan dari luar.
5. Ambisi dan cita-cita Ibu Ira kedepannya, terutama terkait dunia sepak bola perempuan di Indonesia?
Secara umum, saya berharap semakin banyak yang main. Selain itu, sesuai dengan hasil webinar pekan lalu, saya juga ingin masyarakat melihat bahwa bermain sepak bola itu tidak hanya soal prestasi, tetapi juga untuk fun, untuk komunitas. Roxanne, salah satu narasumber dari Inggris di webinar kemarin, bercerita bahwa ada satu komunitas yang dia kelola yang fokus pada recreational football. Nah, kita mulai dari situ dulu. Sepak bola juga harus menyenangkan agar bisa dimainkan oleh siapa saja.
Kalau mengerucut ke pemainnya, harapan saya adalah ada peningkatan prestasi. Saat ini, Indonesia peringkat ke-87 di dunia, 18 di Asia, dan 6 di Asia Tenggara. Banyak yang harus dikejar. Dari sisi pelatih dan wasit, tentu saja saya berharap ada peningkatan jumlah. Gap antara pelatih laki-laki dan perempuan tidak boleh terlalu besar. Untuk level tertinggi, jumlah pelatih perempuan baru dua orang. Itu impiannya, secara khusus. Secara umum, itu tadi, saya berharap sepak bola bisa dimainkan oleh siapa saja, dari segala umur. Melihat ibu-ibu main sepak bola di sore hari, misalnya, itu sudah luar biasa.
6. Pesan apa yang ingin Ibu Ira sampaikan kepada anak-anak muda (perempuan) Indonesia yang ingin mengejar mimpi di bidang olahraga?
Jangan menyerah, selalu percaya bahwa kerja keras dan niat yang baik itu pasti akan berakhir dengan baik dan menghasilkan sesuatu yang baik. Selalu meminta doa restu kepada orang tua dan selalu berdoa kepada Yang Kuasa. Selain itu, yang paling penting adalah kita harus percaya pada kemampuan kita sendiri bahwa kita bisa dan kita mampu.