By Karina Eka Dewi Salim, Penulis, Blogger

06 Oktober 2021 - 16:56

Sebuah foto Faisal Rusdi memakai baju hitam sedang duduk di tengah dua buah lukisan.
Deskripsi gambar: Sebuah foto Faisal Rusdi memakai baju hitam sedang duduk di tengah dua buah lukisan.  ©

Dok. oleh Faisal Rusdi

Seandainya tidak atau telah usai pandemic Covid, saya pasti sudah ke Bandung untuk menemui Faisal Rusdi. Namun karena masih – bahkan kasusnya melonjak dan kondisi tertentu lainnya – maka niatan tersebut urung dilaksanakan.

Padahal saya sudah penasaran ingin melihat langsung orangnya. Terutama “apa yang dilakukannya”. Memang siapa sih Faisal Rusdi ini? Kenapa ia sepertinya sebegitu “istimewa” untuk saya? Marilah saya ceritakan.

Melukis dengan Mulut (Pakai Hati)

Mungkin masih ada awam yang  tidak tahu atau mengenal nama Faisal Rusdi. Iya sih, sebab sebenarnya saya sendiri juga baru kurang lebih seminggu ini mengenal namanya dan menjelajahi kiprahnya, dan dari sinilah jadi tahu serta membuat saya terkagum. Ia seorang pelukis – namun berbeda dari kebanyakan pelukis lainnya. Mas Faisal – yang biasa dipanggil Aal – ini ialah pelukis disabilitas. Ia merupakan penyandang Cerebral Palsy. 

Ketika di seminggu lalu saya berhasil mengontaknya dan sedikit perkenalan sembari mengutarakan niat dan tujuan saya untuk mewawancarainya (yang syukurnya, ia bersedia) – segera setelah percakapan yang dilakukan melalui WhatsApp (WA) – ia mengirim beberapa video dari channel youtube-nya. Ada satu video berupa rekaman perjalanan hidupnya, sedangkan video-video lain merupakan rekaman ketika ia diliput dan diwawancarai oleh stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia.

Saya mendapat “kejelasan” bagaimana Mas Aal melukis dan dari situ, sekaligus kita bisa mendapat penjelasan dan peneguhan dari kata istimewa yang disematkan kepadanya. Video liputan DAAI Tv  diawali dengan ia “berjalan” menggunakan bagian bawah (perutnya) sembari bertumpu dengan kedua siku tangan menuju ke depan kanvas yang telah ada lukisan hampir jadi. Lalu, perlahan dengan menggunakan mulut dan sedikit bagian tangan, ia membuka tutup tube cat kanvas. Ketika melihatnya, saya yakin itu tak mudah tetapi ia bisa dan mulai memencet keluar cat dari tube-nya.

Seusai itu – masih dengan mulut – ia mulai menowel-nowel cat di palet dengan bagian bulu kuas lalu menyapukannya pada kanvas bergambar pemandangan matahari terbenam (atau rembulan?). Berkali-kali ia menekan dan menyapukan kuasnya dan baru berhenti saat feeling-nya mengatakan takaran warna telah pas. Ia pun beralih ke palet lagi dan Kembali menyapukan warna pada bagian berbeda dari kanvas yang sama. Saya hanya diam menyimak apa yang dilakukan oleh Mas Aal. Terlebih saat disajikan potongan-potongan gambar yang menampilkan karya lukisnya. Meskipun awan, saya tetap tahu bagaimana sebuah lukisan itu terkategori artistic. Lukisannya sungguh enak, nyaman dipandang dan menetramkan hati.

Bagi kita yang melihatnya – pasti akan terbersit (sekali lagi) rasa kagum sekaligus terpikir dan bertanya – kok bisa ya atau apa tidak sulit melukis menggunakan mulut? Saya disorong pemikiran ini, menanyakan kepadanya. Pada Kamis (9/6) melalui WA, saya menanyakanannya. “Mulai melukis menggunakan mulut sejak kapan? Karena saya pernah membaca di internet, awalnya Mas melukis menggunakan kaki?” begitu tanya saya.

Melalui ketikan WA juga, Mas Aal yang anak pertama dari lima bersaudara ini menjawab. Ia memulainya (melukis pakai mulut) kira-kira tahun 1999 atau 2000. “Saya nyaman menggunakan mulut karena ruang gerak jangkauan kuasnya saya lebih bebas dan leluasa karena saya posisinya tengkurap, tidak gampang  capek, pantat dan pinggang, dan menurut guru saya, goresan lukisan saya lebih bagus dan tegas kalau menggunakan mulut”, ia menjelaskan.

Apakah perlu berlatih dan berapa lama berlatihnya hingga mahir melukis menggunakan mulut? Ia mengatakan bahwa jauh sebelumnya, aktivitas di rumah sebenarnya banyak dilakukan dengan menggunakan mulut, seperti menggigit gelas untuk minum, memindahkan benda dan lain-lain.  

“Jadi transisi saya melukis dengan tangan kiri dan beralih menggunakan mulut itu prosesnya sebentar dan mudah, serta saya latih sendiri. Tidak sampai satu bulan (sudah mahir atau terbiasa menggunakan mulut untuk melukis),” katanya.

Salah satu momen yang mengguji kemampuan dan ketahanannya ini terjadi pada 2017 silam. Saat itu ia berkesempatan sekaligus berhasil menggelar pameran tunggal berjudul Colour of Journey di City of West Torrens, Kota Adelaide, Australia. 

Ketika diinterviu abc.net.au, Faisal mengaku untuk menggelar pameran tunggal di Australia (pertama di luar negeri) adalah hal yang sebenarnya cukup sulit karena galeri-galeri di Australia lebih mengutamakan seniman-seniman lokal. 

Tetapi keberuntungan berpihak kepadanya. Sebab kala ia dan istrinya pindah kontrakan, mereka bertemu dengan pemilik rumah yang kebetulan juga pelukis. “Saya langsung saja menanyakan bagaimana cara menggelar pameran tunggal”, katanya, sebagaimana dikutip dari abc.net.au. 

Gayung bersambut, sang pemilik rumah menyambut baik dan kebetulan memiliki hubungan baik dengan pihak galeri di City of West Torrens karena pernah beberapa kali menggelar pameran di sana. Mulai dari situ, jalannya untuk menggelar pameran tunggal semakin terbuka namun ada lagi ujian lain yakni mempersiapkan lukisan-lukisan “bakal calon” dipamerkan saat pameran tadi.

Masih mengutip abc.net.au, saat itu ia hanya memiliki waktu kurang dari empat bulan untuk menggelar pameran tunggalnya. “Saya melukisnya setiap hari dari pukul delapan pagi hingga menjelang malam, dengan hanya beristirahat untuk makan dan salat,” katanya kepada Erwin Renaldi dari ABC Melbourne.

Pada akhirnya pameran tunggalnya yang pertama dan digelar di luar negeri berlangsung baik. Menurut Faisal, pameran ini sangat bermakna. Salah satunya menjadi pembuktian, karena pada awalnya ia ke Adelaide, sempat diragukan dengan kondisinya sebagai difabel.

Faisal pada tahun itu berada di Adelaide untuk mendampingi istrinya, Cucu Saidah yang melanjutkan studi S2 Kebijakan Publik di Flinders University dan pada saat mengajukan Visa, ia sempat disuruh membuat proposal apa yang akan dilakukan di Australia nanti. 

Selain itu, pameran yang seluruhnya berisi karya-karya lukisnya ini menjadi jawaban atas harapan dan cita-citanya sejak lama. Bahkan belum pernah terwujud saat ia tinggal di Indonesia.

Mengenai Cerbral Palsy

Cukup berhati-hati saya menanyakan hal ini, mengenai kondisi Celebral Palsy dari Mas Faisal. Sebenarnya dari salah satu videonya The Story of My Life, ia telah berbicara sedikit mengenai ini. Satu kalimat yang saya ingat dan kutip dari video tersebut begini, I was born wirh Cerebral Palsy which effect to my ability.

Celebral Palsy, lanjutnya dalam video tersebut, is kind of disorder in nerve of brain that cause to different things, such as motor or sensor. Dalam website cdc.gov, disebutkan Celebral Palsy is a group of disorders that affect a person’s ability to move and maintain balance posture. 

Tetapi bagaimana tepatnya kondisi Celebral Palsy-nya? Inilah yang saya tanyakan kepadanya dan berkenan dijawab. “Jadi dari lahir, syaraf otak kecil saya terganggu (yang) mengakibatkan dari leher ke bawah saya kaku, terutama kedua tangan dan kaki saya lumpuh”, jawabnya melalui pesan WA.

Apakah Celebral Palsy ini termasuk dalam golongan rare disease (penyakit langka)? Menurut dr Widya Eka Nugraha, pemerhati rare disease di Indonesia, tergantung penyebabnya. Secara umum, Cerebral Palsy tidak langka. Tapi kalua ditelusuri penyebabnya bisa saja merupakan penyakit langka”, katanya melalui pesan WA, Senin (7/6). 

Menjadi Model dan Ikut Advokasi

Kegiatan atau aktivitas sekarang apa saja atau fokus melukis saja? Pertanyaan ini masih lanjutan wawancara saya ke Mas Aal melalui WA pada hari yang sama.

“Saya fokus melukis dan kadang ikut advokasi tentang isu disabilitas dan aksesbilitas Bersama Jakarta Barrier Free Tourism (JBFT) dan Bandung Independent Living Center (BIlic),” terangnya. 

Mengenai fokus melukis ini, keberhasilannya menggelar pameran tunggal di luar negeri (Adelaide, Australia) merupakan sebuah pembuktian dan pencapaian yang luar biasa. Akan tetapi, ternyata pencapaiannya dalam dunia seni lukis di dalam negeri juga tak kalah mentereng. Dua slide foto dalam video The Story of My Life memperlihatkan dirinya sedang demo melukis di depan Pak SBY dan almarhumah Ibu Ani Yudhoyono.

“Dengan SBY kira-kira tahun 2007. Diundang untuk demo melukis di halaman Istana Bogor. Kalau tak salah dalam rangka Hari Anak Nasional,” jawabnya Ketika saya menanyakan mengenai foto yang ada SBY-nya. 

Kalau foto yang ada Jokowinya, itu di tahun 2009 yakni demo melukis bersama untuk merayakan Ulang Tahun Kota Solo, di halaman kediaman Walikota Solo.

Saat ditanya bagaimana perasaannya? “Pastinya bangga dan senang, terutama Pak Jokowi karena hasil drawing saya dibeli langsung (oleh Jokowi),” kenangnya.

Faisal Rusdi rupanya juga pernah menjadi model, tepatnya model video klip lagunya Regina (penyanyi aluni ajang pencarian Bakat Indonesian’s Idols) yang berjudul Kemenangan. Saya mengetahui hal ini, lagi-lagi dari video di channel youtube-nya yang dikirimkan ke saya. Video klip lagu menjadi penutup video usai ia bercerita mengenai perjalanan hidupnya. 

Ia menceritakan kepada saya bahwa momen tadi terjadi pada 2013. Dirinya diminta langsung oleh Upie Guava, sang sutradara video klip lagu. Waktu itu, ia ditelpon oleh asisten Upie lalu untuk proses syutingnya dilakukan saat bulan Ramadhan dan menghabiskan waktu sekitar 8 jam untuk proses syutingnya. Siang hari ia dijemput lalu diantar ke tempat Gedung Kantor Pos, Taman Fatahillah nomor 3, Taman Sari, Jakarta Barat. Gedung itu berada di daerah Kota Tua Jakarta. “Ternyata kursi roda saya harus dibantu dua orang, selain satu pendamping saya untuk naik tangga ke lantai 3., kalua tidak salah”, ia mengenang. 

Video klip tersebut melibatkan empat orang model yang salah satunya adalah Mas Aal. “(Saat) sutradara bertemu saya dan menceritakan konsep video klip-nya, seperti lagunya sendiri tentang kemenangan lebih kepada campaign. Ada berbagai macam cerita kemenangan tiap-tiap orang”, lanjutnya. 

Khusus untuk dirinya menceritakan tentang pelukis penyandang disabilitas yang bisa survive. “Intinya cerita tentang kemenangan yang universal”, tegasnya.  

Secara sederhana, ia mengatakan senang dan bangga karena dilibatkan dalam pembuatan video klip lagu tadi. “Lirik lagunya bagus dan diciptakan oleh Ahmad Dhani, salah satu pencipta lagu favorit saya”, katanya antusias.

Berkaitan dengan isu disabilitas, Faisal Rusdi juga memiliki perhatian besar terhadap hal ini dan kepada sesama penyandang disabilitas. Sebagaimana yang telah dikatakannya, kadang ia ikut mengadvokasi isu disbilitas dan aksesibilitas bersama Jakarta Barrier Free Tourism (JBFT) dan Bandung Independent Living Center (BIlic). Berdasarkan informasi yang tertera dalam halaman facebook-nya, JBFT merupakan kegiatan wisata bersama penyandang disabilitas sebagai salah satu wujud edukasi terhadap semua kalangan disabilitas. Diadakan satu kali dalam sebulan, terbuka untuk umum, dan menggunakan transportasi umum. Kegiatan wisata oleh JBFT ini telah dimulai sejak Maret 2012. 

Bagaimana dengan BIlic? Mengutip website mereka Bilic-Indonesia.org, dijelaskan bahwa BILic adalah sebuah organisasi penyandang disabilitas atau Difable People Organization (DPO) non pemerintah yang memiliki konsep dasar pergerakan independent living atau kemandirian bagi difabel. Organisasi ini telah berdiri sejak 17 tahun lalu, tepatnya pada 23 Agustus 2003 dan berpusat di daerah Antapani, Kota Bandung. 

Saya tidak menanyakan lebih jauh mengenai aktivitas Mas Aal di kedua komunitas atau organisasi tersebut. Sebaliknya saya menanyakan persepsi atau pandangan pribadinya terkait dengan golongan disabilitas yang ada di Indonesia. Misalnya mengenai penerimaan dalam masyarakat, stigma dan lain-lain.  

Menjawab pertanyaan ini, menurutnya kesadaran pemerintah dan masyarakat masih belum bisa memenuhi hak penyandang disabilitas, seperti masih meragukan kemampuan penyandang disabilitas dalam berpartisipasi di sekolah, bekerja, berkeluarga dan lain-lain. Ia juga menyorot ketersediaan aksesbilitas di infrastruktur public, transportasi, ruang seni dan lain-lain yang masih kurang untuk penyandang disabilitas. 

Masih mengenai isu disabiltas, saya menanyakan apa harapan pribadinya terkait dengan kondisi atau nasib golongan disabilitas di Indonesia? Misalnya untuk menjadikan disabilitas yang berdaya? “Untuk penyandang disabilitasnya perlu dukungan penuh dari keluarga. Penyandang disabilitas harus tahu potensi diri sendiri dan menggalinya, serta harus berani mencoba sedangkan pemerintah harus mengimplementasikan semua undang-undang yang ada dan melibatkan partisipasi aktif penyandang disabilitas dalam pembangunan”, katanya.  

Menutup akhir cerita, lakon hidup atau apa yang telah dilakukan oleh seorang Faisal Rusdi telah cukup menunjukkan atau membuktikan bahwa seorang penyandang disabilitas mampu survive apabila ia diberi dukungan penuh oleh siapapun dan dimana pun, bukan sebaliknya semisal dihakimi atau distigmanisasi. Satu kalimat yang sangat bermakna mendalam yang saya catat darinya (terkait dengan kondisi disabilitasnya) yakni “Kamu dapat dapat melakukan itu, saya juga dapat melakukannya dengan cara lain”.