Tahun 2018 menjadi tahun yang istimewa bagi Nanik Indarti, seorang perempuan bertubuh mini, dalam seni pertunjukan yang sudah digelutinya sejak lulus kuliah tahun 2011. Sarjana Seni Teater lulusan ISI Yogyakarta ini, mendirikan Komunitas Unique Project dan pertama kalinya membuat karya pementasan teater yang berjudul Sepatu yang Sama, Kisah Jiwa dan Angka, setelah proposalnya lolos menjadi salah satu penerima dana hibah.
Namun, membuat sebuah karya mandiri ternyata tak semudah yang ia bayangkan. Nanik lantas menggali apa yang ada di dalam dirinya sebagai Achondroplasia, nama ilmiah untuk orang-orang bertubuh mini seperti dirinya. Nanik sendiri mengenal dan paham bahwa Achondroplasia merupakan ragam disabilitas fisik. Di tahun yang sama ia menyusun pementasan teater bersama teman-teman sesama bertubuh mini lainnya. Penyebutan difabel Achondroplasia ini sempat menjadi masalah, bahkan hingga saat ini, karena beberapa teman-temannya yang bertubuh mini tidak merasa bahwa mereka difabel.
Tak hanya teater, dalam debut perdananya tersebut, Nanik juga menyusun buku berjudul Aku Perempuan Unik. Buku ini mengangkat 7 kisah hidup para perempuan bertubuh mini yang pernah mengalami bullying, pelecehan, hingga pengalaman personal bagaimana mereka hadir ke dunia sebagai Achondroplasia. Nanik menuturkan bahwa teman-temannya sempat merasa ragu pada awal menuliskan cerita hidup masing-masing. Namun ketika kata demi kata tersusun menjadi kalimat, cerita yang mereka tuliskan seperti semacam pelepasan perasaan yang selama ini terpendam.
“Banyak orang yang bertubuh mini belum siap bahkan tidak mau membicarakan masa lalu dirinya di ruang publik. Bagi saya, pengalaman masa lalu itu sudah terlewati dan sekarang adalah masa depan. Jadi pengalaman masa lalu tidak apa-apa untuk diceritakan agar orang-orang tahu siapa kami.” tegas Nanik.
Tahun 2019, Nanik membuat karya teater berjudul Kahanan. Pertunjukan teater kedua ini lebih memperdalam tentang berbagai persoalan yang dihadapi para difabel Achondroplasia seperti bullying di dunia pendidikan, persoalan pernikahan misalnya orangtua pasangan kuatir jika menikah dengan perempuan bertubuh mini dikhawatirkan akan memiliki keturunan yang bertubuh pendek, termasuk juga persoalan pekerjaan dimana ukuran fisik menjadi hambatan, serta isu gender lainnya.
Nanik juga mengenang ketika bekerja di beberapa lembaga seni, ia juga kerap mendapat sikap-sikap dari rekan kerja yang menyepelekannya. Seorang difabel perlu membuktikan berkali-kali lipat untuk menunjukkan bahwa ia mampu, baru orang lain akan percaya sehingga Nanik pun mau tak mau menuruti perspektif masyarakat tersebut dengan ia menjadi fasilitator, bertemu pejabat, hanya untuk menunjukkan kemampuannya.
Menyematkan kata Unique menjadi nama komunitasnya, perempuan berusia 36 tahun ini bukan sedang ingin mengamini stigma masyarakat yang menganggap mereka unik dalam konotasi negatif, namun ia menyadari bahwa ia dan teman-temannya memang unik. Orang sudah familiar dengan mereka yang mempunyai kekhasan unik, tidak hanya secara kebertubuhan, namun juga karya dalam seni pertunjukan yang berbeda dengan peran-peran orang bertubuh mini dalam dunia entertainment yang cenderung mengobyektifikasi lewat peran-peran, misalnya sebagai tuyul. Dari fenomena inilah Nanik hendak memunculkan orang-orang bertubuh mini yang mengedepankan karya daripada terus-menerus dieksploitasi tubuhnya.