By Yeni Endah Kusumaningtyas, Penulis

11 August 2021 - 15:20

lukisan / ilustrasi menggambarkan Butong dan di sampingnya ada karakter yang memegang topeng.
Deskripsi gambar: lukisan / ilustrasi menggambarkan Butong dan di sampingnya ada karakter yang memegang topeng.  ©

Sukri Budi Dharma

Butong atau Budi Tongkat, begitu biasa orang menyapa pria yang mempunyai nama lengkap Sukri Budi Dharma. Panggilan itu dia dapatkan dari teman-temannya saat menempuh kuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Bukan tanpa alasan jika teman-teman kuliah memanggilnya Butong, karena saat bermain game bersama, salah satu karakter yang sering dia gunakan adalah tokoh Shaolin yang membawa tongkat dan Butong adalah salah satu  perguruan kungfu. Panggilan Butong juga identik dengan pria yang saat ini tinggal di Tamanan, Bantul, Yogyakarta. Dalam kesehariannya Butong menggunakan tongkat peyangga untuk membantu beraktivitas dan mobilitas.  

Butong menyukai dunia seni sejak kecil, dia senang sekali menggambar. Ketika kecil, Butong menyukai salah satu media massa yaitu Pos Kota yang menyediakan rubrik atau lembar cerita bergambar seperti Ali Oncom, Doyok dan lainnya. Di waktu luang, Butong mencoba menggambar kembali tokoh-tokoh yang ada di lembar cerita bergambar tersebut. Mulai saat itulah dia  menyukai menggambar. Belajar secara otodidak dan mulai fokus mempelajari dunia seni saat kuliah di Institut Kesenian Jakarta. Namun sayangnya, Butong tak menyelesaikan kuliah karena alasan bosan belajar. Meski tak menuntaskan kuliahnya, dia tetap belajar di pergaulan seni, karena menurutnya seni itu cair, bisa belajar dengan siapa saja, kapan saja dan dimana saja.

Tak ada latar belakang seni rupa dari keluarganya, jadi tak heran ketika Butong memilih dunia seni sebagai jalan hidupnya. Keluarga meminta Butong untuk mempertimbangkan dan memintanya untuk kuliah selain jurusan seni. Namun kecintaannya pada dunia senilah yang membuat Butong konsisten dengan pilihannya.

Kenyataannya, passion tidak bisa berdusta. Jika sejak awal Tuhan telah menetapkan Butong akan mempunyai peran di dunia seni dengan benih potensi yang diberikan, dia akan mampu menunjukkan dengan karya-karya yang sudah dihasilkan dan prestasi yang diraih.

Salah satu prestasi yang berhasil Butong raih adalah lolos seleksi tingkat nasional sebagai perupa dan penggiat seni disabilitas untuk program Disability Arts Learning Residencies, in UK, 2019. Disability Arts Learning Residencies adalah program yang dikembangkan oleh British Council bersama dengan DaDaFest. Seniman disabilitas terpilih dalam program ini melakukan kunjungan selama 10 hari ke 5 kota untuk mempelajari lebih lanjut tentang sektor kesenian disabilitas di Inggris. Program kunjungan selama 10 hari itu dirancang khusus oleh DaDaFest untuk memberikan gambaran luas mengenai sektor kesenian disabilitas di Inggris yang meliputi pertemuan, diskusi dengan berbagai praktisi atau organisasi kesenian disabilitas, menghadiri acara kesenian, konferensi dan acara lainnya untuk menawarkan referensi baru dalam pendekatan artistik, saling bertukar pikiran atau ide, memperluas jaringan profesional yang berfokus pada seni disabilitas.

Lukisan bertuliskan Me & Flower mengilustrasikan seorang laki-laki yang bersandar pada tongkat di sebelah kanannya, memegang tangan sosok perempuan berwarna kulit magenta, dan berkepala bertangkai-tangkai bunga mawar.
Deskripsi gambar: Lukisan bertuliskan Me & Flower mengilustrasikan seorang laki-laki yang bersandar pada tongkat di sebelah kanannya, memegang tangan sosok perempuan berwarna kulit magenta, dan berkepala bertangkai-tangkai bunga mawar.  ©

Sukri Budi Dharma

Saat ini, Butong bersama Jogja Disability Arts sedang mengerjakan Project Connections Through Culture Grants 2020/2021. Connections Through Culture adalah program hibah yang diadakan oleh British Council di Inggris dan Asia Timur. Program ini pertama kali diselenggarakan pada bulan Juli Agustus 2019 dengan menyediakan dana  hibah bagi seniman, praktisi seni dan budaya, perwakilan kolektif, jaringan, serta organisasi yang bergerak di bidang seni di Inggris, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand dan Vietnam. Tujuan program ini adalah untuk mendukung pertukaran dan kolaborasi antara Inggris dan Asia Tenggara.

Program Connections Through Culture melibatkan perjalanan internasional, tapi karena adanya pandemi, hibah digunakan untuk mengembangkan dan memperkuat hubungan baik yang sudah terjalin ataupun hubungan baru dengan menyediakan pendanaan yang dapat memfasilitasi percakapan dan kolaborasi yang dilakukan secara online.

Dalam Project Connections Through Culture, Butong Idar dan Nano Warsono dari Jogja Disability Arts berkolaborasi dengan Lisa Tann dan Andrew Bolton dari Disability Mural, UK. Di proyek kolaborasi mural ini, Jogja Disability Arts (IN) melibatkan beberapa seniman disabilitas dari berbagai kota di Indonesia dan Disability Mural (UK) melibatkan beberapa siswa di sekolah Ty Gwyn SEN di Cardiff. Secara teknis seniman melukis dari rumah masing-masing tentang harapan mereka selama pandemi.

Proses awal, Jogja Disability Arts (IN) dengan seniman yang terlibat membuat sketsa gambar dan didiskusikan bersama untuk menentukan komposisi dan ukuran. Langkah berikutnya, para seniman akan dikirim media berupa panel untuk dilukis. Seniman berkarya sesuai dengan sketsa yang sudah disepakati. Seniman akan membuat video sendiri selama proses pembuatan. Setelah selesai, karya mural dan video dikirim kembali kepada tim Jogja Disability Arts (IN). Proses akhir, seluruh karya akan dikolaborasikan, dan disatukan dalam sebuah karya mural.

Hal serupa juga dilakukan oleh Disability Mural (UK) dan beberapa siswa di sekolah Ty Gwyn SEN di Cardiff. Mereka membuat kolase, gambar, dan lukisan yang terinspirasi oleh pandemi dan pengaruhnya. Beberapa desain murni abstrak dan beberapa lebih representasional, dengan teks yang dimasukkan. Semua hasil karya akan disusun menjadi desain, dan dicetak sebagai pola tekstil pada pakaian di objek mural.

Proses dan tahapan pengerjaan proyek mural dimulai pada bulan Januari 2021 dan berakhir Juni 2021 dan mengangkat tema Netas/Incubate. Nantinya, karya proyek kolaborasi mural ini akan dipublikasikan melalui dokumentasi video dan diberikan subtitle yang dibuat dalam dua bahasa yaitu Inggris dan Indonesia agar aksesibel bagi disabilitas. Penggunaan dua bahasa dalam proyek kolaborasi mural bertujuan untuk menunjukkan kerjasama antara dua negara yang berbeda bahasa dan budaya, tapi memiliki kesamaan makna dan arti.