By Tim UK/Indonesia 2016-18

23 November 2017 - 15:57

©

Chris Foster

Abandon Normal Devices (AND) adalah katalisator bagi pendekatan-pendekatan baru dalam mencipta seni dan penemuan digital; mengangkat proyek-proyek inovatif yang menantang definisi kesenian dan gambar bergerak. Pada 21 hingga 24 September lalu, terselenggaralah AND Festival 2017 di Peak District National Park, Castleton, UK.

Selama empat hari tersebut, festival ini menjadi tuan rumah untuk instalasi-instalasi yang dibuat khusus untuk merespons lokasi, pemutaran perdana, dan performans yang mengambil alih pedesaan Castleton. Program-program tahun ini dijanjikan bakal mengungkap lapisan bumi, mengeksplorasi tema vertikalitas dan deep time dalam serangkaian cerminan yang gaib, provokatif, dan luar biasa terhadap bumi.

Dengan demikian, festival ini menjadi situs bagi hal-hal yang simbolis dan menyentuh alam bawah sadar, di mana seniman menjadi arkeolog masa depan yang menggali suara-suara langka, lingkungan yang dibuat, dan reruntuhan teknologi. Salah satu nama yang turut serta memamerkan karya adalah Ikbal Simamora Lubys yang berbasis di Yogyakarta.

Ikbal adalah seorang musisi, penjelajah gitar, dan seniman suara. Di samping pendidikannya di bidang musik klasik dan gitar klasik, ia juga aktif dalam sejumlah komunitas kesenian dan musik eksperimental; tercatat sebagai personel band heavy metal Sangkakala dan memperkuat unit eksperimental Potro Joyo bersama Wukir Suryadi dari Senyawa.

Untuk AND Festival, Ikbal memamerkan instrumen interaktif yang diberi nama The Hive. Instrumen ini dimaksudkan sebagai kumpulan suara resonan berdengung yang menyokong nada lewat besi-besi gamelan. Suara besinya dipicu oleh getaran yang dibuat oleh orang-orang ketika berinteraksi dengan cara menggetarkan, menggaruk, memukul, atau menggoyangkan instrumen tersebut; dan resonansi dengungannya ditangkap di dalam instalasi resonator besar yang berputar.

©

Chris Foster

©

Chris Foster

©

Chris Foster

©

Chris Foster

©

Chris Foster

“Kami mengundang pengunjung Peak Cavern untuk bermain dengan ‘kotekan’ atau ‘klothekan’ atau ‘tetabuhan’ ini. Kami harap orang-orang akan mengadopsi mode yang berbeda ini ketika memainkan The Hive,” ungkap Ikbal seperti tercantum pada situs resmi AND Festival.

Inspirasi untuk membuat The Hive muncul ketika Ikbal—bersama kolaborator Tony Maryana—datang untuk pertama kali ke Peak Cavern. Ia melihat lebah madu yang menggantung di mulut gua dan kemudian terpikir untuk membuat instrumen yang gagasannya terinspirasi dari sarang lebah. Tony tertarik dengan ide tersebut: “Apalagi di kepala saya, sarang lebah memiliki kedekatan dengan suara dengungan.”

Penentuan karakteristik The Hive juga dipengaruhi oleh akustik gua di mana instrumen tersebut diletakkan; jadi The Hive merupakan respons Ikbal dan Tony terhadap Peak Cavern. “Menurut saya, bebunyian dari pertemuan besi gamelan menghasilkan spektrum sonik yang indah. Suara ini memiliki kedalaman yang sangat gelap, misterius, atau bisa juga cerah sekaligus. Pengalaman yang ajaib,” ungkap Tony.