Tuwis Yasinta atau biasa dipanggil Uncle Twis adalah seniman Indonesia yang karyanya fokus pada sistem analog dan teknologi sederhana yang menurut kata-katanya 'identik dengan visual dari buah rambutan'. Tuwis berbasis di Surabaya dan karya-karyanya juga banyak melibatkan proses dekonstruksi dan rekonstruksi dari benda-benda yang ia temukan. Sebelumnya dia juga banyak melakukan seni pertunjukan yang menggunakan animasi, film, grafiti, dan karya-karya dari benda sehari-hari.
Tuwis menjalani program residensi selama sebulan di Maret kemarin, masih dari bagian rangkaian residensi program UK/Indonesia 2016-18. Ia residensi bersama Cryptic di Cove Park, Skotlandia.
Kami ngobrol-ngobrol dengan Tuwis mengenai karya yang ia kembangkan selama residensi di Cove Park dan proses dari pengkaryaannya yang banyak dipengaruhi dari tempat ia berkarya dan benda-benda yang ia temukan selama proses kreatif pembuatan karya.
Hi, Tuwis. Kamu baru saja menyelesaikan residensi di Cove Park, Skotlandia, selama satu bulan dan berencana untuk membuat alat musik yang dibuat dari benda-benda yang ditemukan selama residensi di sana. Kenapa memilih ide ini? Apa dorongan yang ada di belakangnya?
Sebenarnya ide untuk mengolah found object sebagai material karya sudah saya lakukan dalam karya karya saya sebelumnya. Hal ini sudah menjadi salah kebiasan atau ritual yang saya lakukan dalam proses berkarya saya. Seperti sudah menjadi kebiasaan untuk merespon apa apa yang ada di sekitar saya, dalam prosesnya yang bersifat rekonstruktif, dekonstruktif dan bermain main dengan material. Selama program residensi, saya merasa proses tersebut berkembang secara organik, bersamaan dengan ide dan konsep kekaryaan secara keutuhan, menjadi bentuk komunikasi dan interaksi yang saya lakukan dengan lingkungan di tempat saya berproses (Cove Park). Dalam prosesnya, konsep kearifan lokal budaya yang saya bawa sebagai idealisme berpadu dengan keadaan lingkungan dan ketersedian material oleh alam di Cove Park. Sehingga tercetus sebuah ide tentang pohon kehidupan / 'Tree of Life' "Kalpataru", interactive meditative stone instrument.
Benda-benda apa saja yang akhirnya Mas Tuwis temukan selama di Cove Park? Sampai sejauh apa lingkungan di Cove Park dan benda-benda yang ditemukan ini mempengaruhi proses kekaryaan dari alat musik yang Mas Tuwis ciptakan?
Ketertarikan pada object yang saya pilih sebagai material karya selama di Cove Park berangkat dari rasa ketertarikan personal dan emosional kepada object object yang saya temui selama disana. Saya merasa setiap object itu memiliki energi dan kehidupannya masing masing, serta tujuan dan karakternya di tempat mereka berada. Dari situ saya mulai memungut object tersebut dan mulai memahami keunikan karakternya untuk diolah menjadi bagian dari karya saya. Di sana saya banyak mengolah batu dan kayu sebagai elemen alam yang saya kombinasikan dengan serangkain alat alat elektronika. Melalui serangkaian proses kreatif material material itu berubah menjadi sebuah bentuk karya yang utuh.
Selama di Cove Park, Tuwis sempat ikut tampil bersama Robbie Thomson ya di acara Hypoallergenic? Bisa diceritakan sedikit mengenai acara ini? Apa pendapat Mas Tuwis mengenai acara ini?
Ya, saya mendapatkan undangan untuk bermain di gigs yang Robbie dan teman temannya buat di Glasgow. Mereka memberikan kesempatan pada saya untuk memainkan komposisi synthesizer analog yang saya buat di gigs itu. Sound system yang besar dan atmosfir gigs yang menyenangkan, sungguh menjadi pengalaman yang luar biasa bagi saya. Robbie dan teman temannya, TLC Sound System, juga meramaikan gigs itu dengan sederet performer lokal, sound system yang menggelegar dan tata cahaya yang dinamis. Super...
Sebagai seorang seniman, seberapa besar pengaruh dari ruang tempat Mas Tuwis berkarya dengan proses kekaryaan Mas Tuwis?
Menurut saya ketersedian ruang akomodasi dan fasilitas studio di Cove Park sangat mendukung proses kreatif yang saya lakukan selama berada di sana. Ketenangan keadaan alam dan lingkungannya ditambah cuaca yang tidak menentu terkadang cukup membuat saya untuk bergegas dan bersemangat dalam berproses kreatif. Alam menunjukan kekuatannya dan sangat susah diprediksi. Dan, karena udaranya yang sejuk dan dingin membuat saya banyak menghabiskan waktu beraktivitas di dalam ruangan, terkadang mengadaptasikan diri untuk beraktivitas di luar, terlebih jika matahari mulai memancarkan panasnya. Cove Park dan keadaan lingkungannya yang selalu basah akibat gerimis dan hujan ditambah keheningan dan pemandangan alamnya yang menyejukkan mata menciptakan atmosfir yang menenangkan dan inspiratif. Cove Park dan keaneka ragaman ekosistemnya merupakan pengalaman yang baru bagi saya yang tinggal di daerah tropis. Karakter lingkungannya membuat saya penasaran akan keunikan di setiap elemen alamnya sehingga saya banyak memutuskan untuk berproses dengan mengeksplorasi elemen elemen alamnya. Selain itu ketenangan di Cove Park sangat sesuai dengan proses berkarya yang saya lakukan selama disana dalam pembuatan karya saya yang berjudul "Kalpataru" banyak proses meditatif yang saya lalui.
Apakah ada seniman atau siapapun yang menginspirasi Tuwis dalam berkarya?
Tentu saja. Selama di Cove Park saya banyak bertemu dengan seniman dari berbagai negara, kami banyak berbagi dan mereka sungguh menginspirasi saya melalui banyak hal, mulai dari, cara mereka bersosialisasi, proses berkarya, dan karya karya mereka. Tak luput lagi para pengurus residensi yang gigih mengorganisir seniman senimannya.
Apakah ada tema tertentu yang Tuwis jelajahi dalam berkarya? Atau cenderung berubah-ubah?
Ya, dalam proses berkarya, saya sering mengangkat tema tema yang berbeda. Namun, pada dasarnya, tetap ada benang merah dari setiap tema itu, sama sebagai satu ideologi personal yang saya percaya. Konteks alam semesta, kosmik, spiritual, misteri, kebudayaan lokal, dan ilmu pengetahuan menjadi inti dari konsep dan tema saya dalam berkarya. Semuanya itu membawa saya kedalam proses eksplorasi semangat belajar hal baru: swakriya, meretas, bermain main, dan interaksi dalam menciptakan sebuah karya dan mengolahnya dengan pendekatan praktik teknologi sederhana, seni rupa, suara, dan pertunjukan. Sebagai contoh, dalam program residensi ini, saya terinspirasi oleh alam. Saya memadukannya dengan konsep kultus pohon kehidupan yang dilakukan oleh beberapa kebudayaan di dunia dan menyempitkannya menjadi sudut pandang saya sebagai seniman jawa dari indonesia. Saya juga memasukan unsur kepercayaan, simbol, dan budaya lokal kedalam tema karya. Kemudian saya menyajikannya dengan ide yang digeneralisasi kembali kedalam kebudayaan umum dan interaksi yang sederhana.
Kedepannya, ada cita-cita tertentu yang ingin Tuwis capai kah dalam berkarya?
Cita cita saya sederhana, pengen punya mobile lab, yang bisa dibawa keliling daerah dan pulau pulau di indonesia, untuk belajar, berbagi ilmu, membuat lokakarya, mencari kemungkinan kemungkinan kolaborasi dengan penduduk lokal, mendokumentasikannya dan menyebarkan informasinya, supaya setiap orang mengingat kembali bahwa Indonesia itu kaya ragam budaya untuk di pelajari dan di kembangkan. Dan, itu yang selalu membuat saya bersyukur jadi seniman indonesia dan tinggal di indonesia, terlebih saat tinggal di Cove Park. Hangatnya matahari Indonesia membuat saya rindu untuk kembali pulang sejauh mana saya pergi.