©

British Council

“Ada sebuah hubungan antara menyajikan dunia di dalam Biennale, dan menampilkan Biennale ke luar dunia” – Charles Esche

Kesenian mungkin cenderung dianggap sebagai sesuatu yang sulit diakses oleh masyarakat yang tidak akrab dengan beragam lapisan dan aspek seni rupa. Mengapa seniman menghasilkan karya seni, apa yang mereka bicarakan ketika mereka membahas isu tertentu melalui seni patung, atau apa yang mereka perdebatkan ketika mereka berbicara mengenai praktik seni, struktur, serta wacana dalam pameran-pameran dan Biennale.

MENGAPA SENI PENTING?

Pertanyaan di atas berfungsi sebagai pemicu atas eksplorasi yang lebih luas atas praktik seni kontemporer serta bagaimana kontribusinya kepada masyarakat. Bagaimana seni telah berkelindan dengan sejarah dan masyarakat serta mencerminkan dinamika kemanusiaan kita. Para perupa telah sejak lama menggunakan berbagai media untuk menganalisis lingkungan sekeliling mereka dan karya-karya seni serta pameran seni telah berkontribusi dalam memungkinkan terbentuknya ruang-ruang bagi pertukaran budaya.

Untuk mengeksplorasi masalah ini, British Council Indonesia telah bekerja dengan Jakarta Biennale akan menggelar serangkaian kuliah umum oleh Charles Esche, Nirwan Ahmad Arsuka, dan Hilmar Farid, di Jakarta dan Makassar. Kuliah umum akan membahas praktik seni rupa kontemporer di lingkup internasional serta di Indonesia.

 

MARI TERLIBAT DALAM DISKUSI TENTANG SENI DAN MASYARAKAT!

Peran kesenian dalam masyarakat akan disajikan melalui praktek-praktek artistik dalam memproduksi dan memamerkan karya seni di seluruh dunia, terutama melalui Biennale, pameran dan proyek seni lainnya. Kuliah umum ini akan mengeksplorasi dan memperlihatkan dampak kebudayaan yang telah terjadi di Inggris dan Eropa secara lebih luas. Lebih penting lagi, para pembicara akan menghadirkan pengamatan mereka mengenai posisi Indonesia secara keseluruhan dalam konstelasi dunia seni rupa: Bagaimana praktik di Indonesia berbeda dari negara lainnya, serta apa saja yang harus kita capai agar kita dapat maju?

Perspektif Inggris serta pengalaman di dunia seni rupa internasional akan disajikan oleh kurator internasional, penulis serta direktur Van Abbe Musseum asal Inggris yang telah mendapatkan beragam penghargaan, Charles Esche. Di Jakarta, Charles Esche akan berdiskusi dengan Hilmar Farid yang akan membicarakan praktik kesenian di Indonesia dan hubungannya dengan sejarah dan gerakan sosial-politik. Di Makassar, kuliah umum ini akan lebih fokus pada perbandingan praktek seni internasional dan Indonesia, khususnya di Makassar.

WAKTU DAN TEMPAT

Kuliah umum ini akan diselenggarakan di dua kota, Jakarta dan Makassar. Tandai kalender Anda!

Jakarta

  • Auditorium FIB-UI, Universitas Indonesia, Jakarta
  • Senin, 1 Juni 2015 (14:00–17:00 WIB)
  • Pembicara: Charles Esche (kurator) and Hilmar Farid (sejarawan)

Makassar

  • Ruang H 33, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, Makassar
  • Selasa, 5 Juni 2015 (14:00—17:00 WITA)
  • Pembicara: Charles Esche (kurator) and Nirwan Ahmad Arsuka (penulis)

PARA PEMBICARA

Charles Esche adalah kurator dan penulis Inggris, saat ini bekerja sebagai Direktur Van Abbe Musseum, Eindhoven, Belanda. Pada 2012, ia menerima Penghargaan European Cultural Foundation’s Princess Margriet dan pada tahun 2014 ia dianugerahi CCS Bard Audrey Irmas Award untuk Curatorial Excellence. Ia juga telah mengkurasi sejumlah biennale seni kontemporer internasional dan acara lainnya di seluruh dunia, seperti: RIWAQ Biennials, Ramallah, Palestine (2007 and 2009); Istanbul Biennial, Turkey (2005); Gwangju Biennale, South Korea (2002), dan São Paulo Biennale, Brazil (2014). Beliau juga banyak terlibat bekerja di konstitusi lembaga seni, melalui museum dan juga biennale. Beliau seringkali membuat tulisan kemungkinan dan kebijakan institusi yang berguna dalam memikirkan kembali hubungan antara seni dan perubahan sosial. Bersama dengan Will Bradley, ia menulis Art and Social Change yang diterbitkan oleh Afterall dan Tate Publishing.

Hilmar Farid adalah seorang sejarawan, dosen dan aktivis. Ia mendirikan Jaringan Kerja Budaya (Cultural Network) bersama dengan para seniman, peneliti, aktivis, dan praktisi budaya di Jakarta di 1994. Dia juga mendirikan Indonesia Institut Sejarah Sosial pada tahun 2002. Tulisannya tentang sejarah, seni, budaya, film, dan politik, telah banyak diterbitkan dalam berbagai jurnal, majalah, surat kabar dan buku. Beliau adalah bagian dari Asia Regional Exchange for New Alternatives (ARENA) dan Inter- Asia Cultural Studies Society sebagai co-editor. Beliau juga telah diundang sebagai pembicara di National Tsing Hua University (Hsinchu, Taiwan), Universitas Shanghai, Cina Academy of Art (Hangzhou), Sungkonghoe University (Seoul), Universitas Philppines, National Australia University, Leiden University, University of Amsterdam, Pusat Studi Kebudayaan dan Masyarakat (Bangalore), University of California Los Angeles dan University of California Berkeley. Pada tahun 2014, ia mendapatkan Ph.D dari National University of Singapore dengan disertasi berjudul Menulis ulang Bangsa: Pramoedya dan Politik Dekolonisasi

Nirwan Ahmad Arsuka adalah seorang penulis seni dan budaya yang memiliki latar belakang di bidang teknik nuklir. Tulisannya mengenai ilmu pengetahuan, sastra, teater, seni rupa, musik, film, equestria dan agama sudah diterbitkan di beberapa media dan penerbit, dan sebagian besar tulisannya muncul di Kompas. Beliau pernah bekerja sebagai editor untuk Budaya Bentara-Kompas serta merupakan anggota dewan kurator di Bentara Budaya Jakarta (2000-2006). Karya tulisan bahasa Inggris-nya diterbitkan dalam International Jurnal Studi Asia dan Jurnal Studi Budaya Inter-Asia. Dari 2012 hingga 2014, beliau menjabat sebagai Direktur Freedom Institute. Proyek terbarunya dalam menulis ulang I La Galigo dalam tiga bagian (Black book, Yellow book dan Red book) berlangsung hingga tahun 2011. Di tahun 2014, dia memprakarsai Kuda Pustaka dan Perahu Pustaka, untuk menyebarkan pengetahuan di daerah terpencil.

RSVP DAN INFO

Hubungi:

Shila (Jakarta) di nisa.ashila@britishcouncil.or.id atau

Anwar (Makassar) di saintjimpe@gmail.com

Pantau juga akun twitter kami untuk mengetahui perkembangan terbaru mengenai acara ini.

TENTANG JAKARTA BIENNALE

Jakarta Biennale adalah pameran seni internasional dua tahunan. Acara ini dipelopori oleh Dewan Kesenian Jakarta sejak tahun 1974. Pada saat ini Jakarta Biennale diselenggarakan oleh Jakarta Biennale Foundation, sebuah lembaga independen yang didirikan pada tahun 2014 oleh praktisi seni yang terdiri para kurator dan seniman, yang memiliki pengalaman mengelola organisasi seni di Indonesia selama bertahun-tahun. Tugas dan fungsi dari Yayasan Jakarta Biennale adalah untuk melaksanakan internasional pameran seni dua tahunan, serta mendukung kegiatan pendidikan dan pengembangan seni di Jakarta dan Indonesia.

Tautan luar