Charles Esche adalah kurator dan penulis Inggris, saat ini bekerja sebagai Direktur Van Abbe Musseum, Eindhoven, Belanda. Pada 2012, ia menerima Penghargaan European Cultural Foundation’s Princess Margriet dan pada tahun 2014 ia dianugerahi CCS Bard Audrey Irmas Award untuk Curatorial Excellence. Ia juga telah mengkurasi sejumlah biennale seni kontemporer internasional dan acara lainnya di seluruh dunia, seperti: RIWAQ Biennials, Ramallah, Palestine (2007 and 2009); Istanbul Biennial, Turkey (2005); Gwangju Biennale, South Korea (2002), dan São Paulo Biennale, Brazil (2014). Beliau juga banyak terlibat bekerja di konstitusi lembaga seni, melalui museum dan juga biennale. Beliau seringkali membuat tulisan kemungkinan dan kebijakan institusi yang berguna dalam memikirkan kembali hubungan antara seni dan perubahan sosial. Bersama dengan Will Bradley, ia menulis Art and Social Change yang diterbitkan oleh Afterall dan Tate Publishing.
Hilmar Farid adalah seorang sejarawan, dosen dan aktivis. Ia mendirikan Jaringan Kerja Budaya (Cultural Network) bersama dengan para seniman, peneliti, aktivis, dan praktisi budaya di Jakarta di 1994. Dia juga mendirikan Indonesia Institut Sejarah Sosial pada tahun 2002. Tulisannya tentang sejarah, seni, budaya, film, dan politik, telah banyak diterbitkan dalam berbagai jurnal, majalah, surat kabar dan buku. Beliau adalah bagian dari Asia Regional Exchange for New Alternatives (ARENA) dan Inter- Asia Cultural Studies Society sebagai co-editor. Beliau juga telah diundang sebagai pembicara di National Tsing Hua University (Hsinchu, Taiwan), Universitas Shanghai, Cina Academy of Art (Hangzhou), Sungkonghoe University (Seoul), Universitas Philppines, National Australia University, Leiden University, University of Amsterdam, Pusat Studi Kebudayaan dan Masyarakat (Bangalore), University of California Los Angeles dan University of California Berkeley. Pada tahun 2014, ia mendapatkan Ph.D dari National University of Singapore dengan disertasi berjudul Menulis ulang Bangsa: Pramoedya dan Politik Dekolonisasi.
Nirwan Ahmad Arsuka adalah seorang penulis seni dan budaya yang memiliki latar belakang di bidang teknik nuklir. Tulisannya mengenai ilmu pengetahuan, sastra, teater, seni rupa, musik, film, equestria dan agama sudah diterbitkan di beberapa media dan penerbit, dan sebagian besar tulisannya muncul di Kompas. Beliau pernah bekerja sebagai editor untuk Budaya Bentara-Kompas serta merupakan anggota dewan kurator di Bentara Budaya Jakarta (2000-2006). Karya tulisan bahasa Inggris-nya diterbitkan dalam International Jurnal Studi Asia dan Jurnal Studi Budaya Inter-Asia. Dari 2012 hingga 2014, beliau menjabat sebagai Direktur Freedom Institute. Proyek terbarunya dalam menulis ulang I La Galigo dalam tiga bagian (Black book, Yellow book dan Red book) berlangsung hingga tahun 2011. Di tahun 2014, dia memprakarsai Kuda Pustaka dan Perahu Pustaka, untuk menyebarkan pengetahuan di daerah terpencil.