Soerya Soemirat GPH. Herwasto Kusumo Keraton Mangkunegaran, atau lebih dikenal sebagai Soerya Soemirat Dance Workshop, didirikan oleh GPH. Herwasto Kusumo pada tahun 1982. Di bawah pengelolaan Keraton Mangkunegaran di Surakarta, komunitas ini pertama kali dibentuk untuk mendorong produksi penari khusus untuk upacara keraton yang dikenal sebagai Langen Projo; namun komunitas tersebut telah berkembang dari waktu ke waktu untuk melayani kebutuhan melestarikan dan memperluas kesenian tari keraton dan karawitan/gamelan (musik tradisional Jawa) dan mewariskan mereka ke generasi muda. Hingga kini, Soeryo Soemirat Dance Workshop telah berkembang pesat dengan mengajar lebih dari 500 murid.
Selama lebih dari tiga dekade, Soeryo Soemirat telah dipertunjukkan di banyak panggung bergengsi di berbagai festival dan kompetisi, mulai dari lokal dan nasional, seperti mewakili Jawa Tengah di National Dance Parade 2007 di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta dan pemenang Dance Skema Terbaik di National Anak Dolanan Festival 2012 Surabaya; hingga di berbagai pertunjukan internasional di Maroko (2005), Perancis (2006), Singapura (2011), dan Austria (2013). Kerja sama lama mereka dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia juga telah membuat grup ini menjadi tuan rumah tahunan untuk para mahasiswa asing yang datang untuk mempelajari budaya tradisional melalui seni Program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia.
Tentang pertunjukan
Soeryo Soemirat akan menampilkan tiga buah karya tari:
1. Tari Srimpi Muncar
Diciptakan oleh KGPAA Mangkunegara VII, gerakan-gerakan pada Srimpi Muncar diambil dari kisah dua perempuan dengan latar belakang yang berbeda: Putri Jawa Kelasworo dan Putri keturunan Cina Adaninggar. Kedua Putri tersebut kebetulan jatuh cinta dengan orang yang sama, Wong Agung Menak. Tarian 25 menit ini mewujudkan konflik yang terjadi dalam berbagai gerakan dan perkembangan, dengan Princess Kelasworo yang memenangkan cinta pria tersebut di akhir pertunjukan. Karya tari ini dtampilkan oleh empat penari wanita yang anggun.
2. Tari Kelono
Tari Kelono bercerita tentang seorang raja di wilayah Bantar Angin, yang memiliki kekuatan besar, kekayaan, dan ketegasan; tapi hancur berkali-kali karena ssikapnya yang kasar. Tidak hanya menggambarkan karikatur dari berbagai macam wajah Raja, tepatnya Raja Kelono Sewandono, tarian ini juga dengan serius menafsirkan kondisi ketika ia pernah mengalami gandrung. Seorang penari laki-laki tunggal yang berpindah di antara sisi lembut dan heroiknya menyajikan pertunjukan tari Kelono dengan total durasi 15 menit.
3. Tari Bambangan Cakil
Seiring dengan ketukan gamelan, tarian ini mengadopsi epos Perang Kembang dari pertunjukan wayang kulit Jawa yang mengisahkan pertempuran antara seorang ksatria dan sebuah raksasa mitos. Sebanyak dua penari membawakan cerita Bambangan Cakil ini dalam pertunjukan 25 menit. Ksatria (Bambangan) adalah sebuah karakter kelembutan dan keadilan, sedangkan Raksasa (Cakil) menggambarkan sosok yang ganas dan penuh kemarahan. Seluruh tarian bermuara pada kesimpulan bahwa setiap bentuk dari kejahatan dan murka akan berakhir dengan kerugian di tangan orang yang adil.